Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) disyaratkan akan naik pada minggu depan. Adapun Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkan kenaikan harga BBM tersebut pada pekan depan.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Kendati demikian,Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Gerindra Kamrussamad menghimbau pemerintah untuk tidak gegabah dalam mewacanakan kenaikan harga BBM tersebut.
Hal ini dikarenakan, menurutnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 masih memiliki alokasi yang memadai untuk menanggung biaya subsidi BBM.
Baca Juga: Diwarnai Sentimen Kenaikan Harga Pertalite dan RDG BI, Intip Proyeksi IHSG ke Depan
Ia menyebut, opsi kenaikan harga BBM bersubsidi bukanlah pilihan yang tepat untuk saat ini. Terlebih lagi jika dasar kenaikan harga BBM tersebut dikarenakan membengkaknya beban subsidi BBM dari APBN hingga Rp 502 triliun.
Pasalnya, APBN 2022 memang didesain sebagai penyangga bagi perekonomian masyarakat.
"Yang perlu dicatat, dari angka Rp 502 triliun itu yang dialokasikan sebagai subsidi energi sebesar Rp 208 triliun. Dan dari pagu subsidi BBM Rp 208 triliun di 2022, belum semuanya terpakai," ujar Kamrussamad dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Senin (22/8).
Kamrussamad menjelaskan, realisasi belanja subsidi energi hingga semester I-2022 baru mencapai Rp 75,59 triliun.
Baca Juga: Subsidi Membengkak, Menteri ESDM: Masyarakat Mampu Jangan Lagi Pakai Pertalite
Dari jumlah tersebut, subsidi BBM dan LPG 3 Kg baru mencapai Rp 54,31 triliun atau 36,36% dari Pagu APBN 2022 (Peraturan Presiden No.98 Tahun 2022). Kemudian, realisasi subsidi listrik mencapai Rp 21,27 triliun atau 35,71% dari pagu.
"Artinya kita bisa lihat jelas di sini, klaim pemerintah yang menyatakan harga BBM subsidi saat ini sudah membebani APBN hingga Rp 502 triliun, jelas merupakan informasi yang tidak benar. Sebab, untuk tahun 2022 ini, masih ada sekitar 65% lagi alokasi APBN untuk subsidi energi untuk di semester II," ungkapnya.
Sementara dari sisi postur anggaran, Kamrussamad menilai rencana kenaikan BBM subsidi bukan merupakan opsi yang tepat. Hal tersebut karena dapat mempengaruhi lonjakan inflasi dan daya beli dapat berpotensi menurun drastis sehingga perekonomian Indonesia bisa terancam stagflasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News