Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah menyepakati anggaran belanja negara pada tahun depan sebesar 13,80% hingga 15,10% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Angka kesepakatan ini sedikit berbeda dari Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2023, yang basis atasnya diusulkan sebesar 14,60% terhadap PDB. Sementara pada batas bawah tidak mengalami perubahan.
Adapun secara rinci, belanja pusat pada tahun 2023 disepakati pada kisaran 9,85% hingga 10,90% terhadap PDB. Sementara transfer ke daerah berada pada kisaran 3,95% hingga 4,20%.
Dalam kesempatan tersebut, anggota Komisi X DPR RI Muhammad Kadafi menyoroti anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN. Menurutnya, diperlukan satu unit sekolah baru guna melakukan pemerataan di bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan setiap tahunnya ada pertambahan yang signifikan sejumlah semua siswa baru di semua jenjang pendidikan.
Baca Juga: Ini Penyebabnya Penerimaan PPh Badan Tumbuh 127,5% hingga Mei 2022
Selain itu, rekonstruksi anggaran belanja juga harus sesuai dengan amanat konstitusi bahwa selama ini data yang terberat ada di Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag). Oleh karena itu, postur anggarannya belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.
"Maka perlu saya ingatkan bahwa kita harus menunjukkan keseriusan negara dalam mendorong investasi masa depan bangsa. Jangan sampai kita dengar di masyarakat ada pergunjingan gaji guru di Indonesia lebih murah jika dibandingkan dengan gaji guru di negara tetangga," ujar Kadafi dalam rapat kerja Badan Anggaran bersama pemerintah dan Bank Indonesia, Senin (27/6).
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan kemendikbud dan kemenag untuk trilateral penggunaan anggaran pendidikan 20%.
"Tentu karena kita tahu, fungsi pendidikan dan juga didelegasi dan disentralisasikan," kata Sri Mulyani dalam rapat tersebut.
Sementara terkait Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dan guru honorer, Sri Mulyani mengatakan, pihaknya selalu menghitung dan selalu berhati-hati-hati serta akurat dengan menyesuaikan kebutuhan masing-masing daerah.
"Setiap daerah paling tidak pelayanan dasar harusnya dihitung secara akurat dan dijadikan basis terutama dana alokasi umum (DAU). Secara teoritis, mestinya tidak ada keengganan. Sebab kami hitung berdasarkan per kapita jumlah anak yang harus dilayani dan pelayanan diberikan. Kami akan terus sempurnakan terkait pelayanan tersebut termasuk implikasi ke DAU," katanya.
Baca Juga: Pemerintah dan DPR Sepakat Defisit Anggaran pada 2023 Dikisaran 2,61%-2,85%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News