kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Andalkan jembatan,demi pangkas antrean


Senin, 14 Juli 2014 / 17:24 WIB
Andalkan jembatan,demi pangkas antrean
ILUSTRASI. Cara Cek Daya Tampung Jurusan PTN Jalur SNBP dan SNBT 2023


Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Hari masih terhitung pagi, namun keriuhan sudah nampak di loket pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Rebo di Jakarta, pada Selasa (8/7), pekan lalu.

Di sekitar loket, tercipta antrean peserta BPJS Kesehatan yang mencapai ratusan orang. Meski pengambilan nomor antrean baru dibuka pukul enam pagi, sebagian pasien rawat jalan BPJS Kesehatan sudah menunggu di depan loket sejak azan subuh belum berkumandang. “Memang harus sabar aja nunggu. Saya datang dari jam empat subuh biar dapat nomor urut kecil,” kata Herdiana (40), warga Pekayon, Cijantung.

Herdiana mendapat nomor antrean 81 setelah mengisi data formulir pasien. Selanjutnya, ia harus menunggu panggilan di ruang tunggu untuk screening, pembuatan surat eligibilitas peserta (SEP) oleh petugas BPJS Kesehatan sebelum mendaftar ke poliklinik yang dituju.

Waktu tunggu dari screening sampai pendaftaran ke poliklinik saja memakan waktu sekitar dua hingga tiga jam. “Saya dapat nomor 81, tapi masuk ke poli jantung, urutannya nomor 152, karena pasien rawat inap sudah didaftar duluan,” papar Herdiana.

Peserta tak cuma antre lama ketika mendaftar. Saat memasukkan resep obat dari dokter dan pengambilan obat pun, mereka harus ekstra sabar, melewati proses administrasi yang panjang. “Kalau pakai BPJS yang gratis, ya seperti inilah. Subuh-subuh daftar, kelarnya jam dua siang,” sebut Ridwan, warga Depok. Dia datang ke RSUD Pasar Rebo mengantar orangtuanya yang sakit kanker getah bening.    

Antrean panjang jadi salah satu persoalan bagi peserta BPJS Kesehatan. Banyak orang mengeluhkan lamanya proses pendaftaran, hingga layanan kepada peserta, dan pasien di rumahsakit.

Maka, untuk memangkas waktu proses administrasi pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan meluncurkan sistem bridging. Sistem ini mengandalkan koneksi melalui software antara BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan atau rumahsakit.

Sistem baru ini resmi diluncurkan Kementerian Kesehatan (Kemkes) di Rumahsakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, pada awal Juli ini. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, bridging diharapkan jadi solusi untuk menyelesaikan masalah antrean peserta BPJS Kesehatan. “Sistem bridging bisa memangkas antrean sehingga lebih efisien,” katanya.

Seperti dialami oleh Herdiana dan Ridwan, selama ini peserta harus menunggu sekitar tiga jam bahkan lebih hanya untuk mendaftar, bukan berobat. Di rumahsakit yang telah menerapkan sistem bridging, pemerintah berharap waktu tunggu antrean bisa dipersingkat.
Kemkes menargetkan, sistem bridging ini bisa diaplikasikan di 36 rumahsakit milik pemerintah seluruh Indonesia. Hingga akhir Juni 2014, dari 1.515 rumahsakit di Indonesia, baru 22 rumahsakit yang menyatakan siap mengoperasikan bridging system secara lengkap.

Dari jumlah tersebut, terdapat delapan rumahsakit di wilayah Jakarta yang telah menerapkan bridging system secara lengkap, yaitu RSCM, RSUD Tarakan, RSUP Fatmawati, RS Haji, RS Kanker Dharmais, RS Jantung Harapan Kita, RSPI Sulianti Saroso, dan RSUP Persahabatan. Sisanya, tersebar di beberapa daerah antara lain RSUD Margono Soekarjo (Purwokerto), RSUP Dr. Sardjito (Yogyakarya), RSUD Arifin Achmad (Pekanbaru), dan RSUP Adam Malik (Medan).

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menambahkan, selain menguntungkan masyarakat, bridging system memberikan manfaat bagi rumah sakit, terutama dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien. Misalnya saja rumahsakit bisa meningkatkan layanan administrasi peserta di loket dan menghemat sumber daya manusia (SDM).

Ketiga, efisiensi sarana dan prasarana, perekaman data pelayanan kesehatan. Keempat,  proses pengajuan klaim bisa lebih cepat. Soalnya, “Bridging system dapat mempercepat pengolahan data dan transparansi dalam pembiayaan,” terangnya.
Fachmi bilang, ide menggunakan sistem bridging bermula dari keluhan atas panjangnya antrean peserta BPJS Kesehatan di rumahsakit.

Harapannya,  kelak, jika kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sudah bisa dioptimalkan, maka peserta tak perlu lagi pakai kartu untuk mengurus administrasi seperti sekarang.  Dengan bridging system, pemegang kartu BPJS Kesehatan tinggal menempelkan jarinya pada fingerprint scanner di rumahsakit dan fasilitas kesehatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×