Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menolak rencana pemerintah untuk menaikkan kembali tarif cukai hasil tembakau yang akan berlaku di tahun depan. ATMI menilai, pemerintah seharusnya fokus dengan kondisi saat ini.
Ketua Departemen Media Center AMTI Hananto Wibisono mengatakan, dua tahun terakhir, realisasi penerimaan cukai tidak mencapai target atawa mengalami shortfall. Hal tersebut menjadi salah satu indikator bahwa industri hasil tembakau saat ini tengah mengalami kelesuan. Produksi rokok pun, menurun.
"AMTI berpandangan bahwa kenaikan harga dan cukai rokok merupakan kebijakan yang harus dirumuskan secara hati-hati dan komprehensif dengan mempertimbangkan dampak yang dapat ditimbulkan terhadap seluruh mata rantai industri tembakau nasional (petani, pekerja, pabrikan, pedagang dan konsumen)," kata Hananto saat dihubungi KONTAN, Jumat (18/8).
Ia melanjutkan, lebih dari 6 juta rakyat Indonesia saat ini menggantungkan penghidupannya pada industri tembakau. Jumlah itu terdiri dari sekitar 2 juta petani tembakau dan pekerjanya, 1,5 juta petani cengkih dan pekerjanya, 600.000 tenaga kerja pabrikan rokok, dan 2 juta pedagang.
Hananto juga mengatakan, kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau juga harus memperhatikan kondisi industri dan daya beli masyarakat. Sebab, "kenaikan yang sangat tinggi akan menimbulkan masalah-masalah baru dan menjadi kontra produktif," tambahnya.
Kenaikan target penerimaan cukai saja lanjut dia, bisa menyebabkan penurunan volume industri hasil tembakau (IHT). Contohnya pada tahun 2016, saat pemerintah menargetkan penerimaan cukai naik 15% yang mengakibatkan volume IHT rerata turun 4,8%.
Oleh karena itu, kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi, bisa menimbulkan dampak negatif, baik dari sisi penerimaan negara, serapan tenaga kerja maupun keberlangsungan petani tembakau dan cengkeh Indonesia.
"Kenaikan harga atau tarif cukai eksesif akan dibarengi dengan menurunnya kemampuan daya beli masyarakat. Jika daya beli turun maka konsumen akan menyiasati dengan mencari rokok yang lebih murah, dengan ini sudah tentu target pendapatan cukai tidak mencapai target, diperburuk lagi kenaikan cukai yang berlebihan akan menyuburkan pertumbuhan rokok illegal," kata Hananto.
Atas hal tersebut, pihaknya berpandangan bahwa menaikkan harga dan cukai rokok secara berlebihan tidak solusi yang efektif dalam menekan prevalensi merokok. Hananto bilang, edukasi publik dan kampanye mengenai bahaya merokok lebih diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News