Reporter: Widyasari Ginting | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pada 2014 ini sektor perpajakan terbilang lesu akibat menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Maka dari itu, dalam merancangkan APBN 2015, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memberikan delapan kiat yang diharapkan mampu meningkatkan penerimaan disektor perpajakan pada 2015 nanti.
Pertama, meningkatkan potensi pajak Wajib Pajak Orang Pribadi, yakni pegawai pajak dengan sasaran orang pribadi golongan pendapatan tinggi & menengah. Kedua, mengintesifikasikan penggalian sektor ekonomi non - tradable dan kegiatan ekonimi di bidang sumber daya alam dan perkebunan.
Ketiga, menyempurnakan sistem administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan mengembangkan sistem adminsitasi berbasis IT. Keempat, mmeningkatkan optimali penerimaan pajak langsung dari beberapa transaksi ekonomi strategis melalui pengembangan sistem online dengan institusi yang mengadministrasikan transaksi ekonomi strategis tersebut.
Kelima, meningkatkan efektivitas pemeriksaan dan penagihan melalui pemeriksaan yang beroreintasi pada pemeriksaan khusus bagi wajib pajak strategis dan implementasi compliance risk management (crm ) model. Keenam, meningkatkan sinergi dengan kepolisian dan kejaksaan dalam pelaksanaan law performance di bidang perpajakan.
Ketujuh, perbaikan regulasi yang memperluas basis pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak. Kedepan atau terakhir, meningkatkan insfrastruktur perpajakan dan kualitas SDM.
Pada dasarnya permasalahan di sektor perpajakan terletak pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang sangat terbatas dalam menggali penerimaan pajak yang potensial. Meski demkian Direktur Jenderal Pajak (DJP) Fuad Rachmany bilang pihaknya tidak akan menjadi keterbatasan pegawai sebagai alasan untuk tidak dapat meningkatkan penerimaan negara di sektor perpajakan.
Untuk itu, Fuad bilang akan lebih meningkatkan lagi penggunaan IT dan bekerjasama dengan pemerintah daerah, serta institusi -insitusi pemerintah yang mengadministrasikan transaksi ekonomi. "Pembelian rumah, pengalihan saham, kita mau bikin online semua," ujar Fuad.
Fuad meminta agar instansi - instansi pemerintah memberikan dukungan dengan mengendalikan sektor - sektor di bidangnya dengan benar. "Misalnya ijin usaha, yang diberikan pada masing - masing sektor seperti pertambangan, perkebunan, perikanan. Semuany, masing - masing sektor itu bertanggung jawab," jelas Fuad.
Fuad bilang bahwa instasi-instasi inilah yang mengetahui dengan pasti seberapa banyak yang diproduksi oleh masing - masing perusahaan, dan informasi inilah yang dibutuhan untuk mengitung pajak dari pada perusahan dengan benar. "Pemerintah harus punya kemampuan untuk verifikasi kebenaran," jelasnya.
Sementara itu pengamat Perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center bilang masih ada yang kurang dari rencana pemerintah tersebut. Darussalam mengungkapkan seharus pemeritah juga membaha upaya yang harus dilakukan pemerintah kedepan dalam menghadapi aggressive tax planning sebagaimana yang sudah disetujui di G20. "Di dunia Internasional ini yang penting", tekan Darussalam.
Menurutnya sebagai anggota dari G20, perencanaan pajak ayang bersifat agresif yang dilakukan dengan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan G20 seharusnya perlu diperhatikan.
Darussalam juga menyoroti rencana DJP untuk meningkatkan kerjsama dengan lembaga kepolisian dan Kejaksaan, menurtnya hal ini perlu untuk dilakukan, tapi tidak dimasa sekarang. "Perpajakan itu tujuannya kan bukan untuk memenjarakan orang," komentarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News