Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pembahasan revisi UU Nomor 11 tahun 1974 tentang pengairan mulai bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tujuannya, membenahi sistem sumber daya air dalam negeri yang dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan jaman.
Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), Mudjiadi mengatakan, terdapat beberapa prinsip dasar yang menguatkan untuk segera dilakukan revisi atas beleid tersebut.
"Pembahasan revisi undang-undang ini tetap akan menghadapi hambatan utamanya yang bersinggungan dengan keterlibatan swasta," kata Mudjiadi, Selasa (26/7).
Penyusunan RUU ini tidak lain karena dilatarbelakangi oleh putusan MK Nomor 85/PUU/II/2013. Dalam putusan MK tersebut dikatakan bila UU nomor 7 tahun 2004 tentang SDA bertentangan dengan UUD 1945, sehingga berlaku kembali UU nomor 11 tahun 1974.
Terdapat beberapa prinsip dasar dalam pembatasan pengelolaan sumber daya air. Pertama, pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan apalagi meniadakan hak rakyat atas air.
Kedua, negara harus memenuhi hak rakyat atas air, akses terhadap air adalah salah satu hak asasi tersendiri.
Ketiga, kelestarian lingkungan hidup merupakan salah satu hak asasi manusia.
Keempat, cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara, sehingga pengawasan dan pengendalian oleh negara atas air bersifat mutlak.
Kelima, prioritas utama dalam pengusahaan atas air diberikan kepada BUMN atau BUMD.
Keenam, apabila semua batasan tersebut telah terpenuhi dan ternyata masih ada ketersediaan air, pemerintah dapat memberikan izin kepada usaha swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.
Mujiadi bilang, dalam aturan SDA yang berlaku saat ini yakni UU nomor 11 tahun 1974 sudah tidak relevan lagi. "Di UU Nomor 11 tahun 1974 pengelolaanya sentralistik, padahal sekarang desentralisasi," ujar Mudjiadi.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi PDI-P Nursuhud mengatakan, aturan soal tata kelola SDA ini sudah darurat sehingga perlu dilakukan percepatan untuk menyelesaikan revisi aturan yang telah ada.
Menurut Nursuhud, selama ini kehadiran negara dalam pengelolaan SDA lemah. Swasta dinilai terlalu banyak campur tangannya dalam pengelolaan SDA. Padahal, sesuai dengan UUD 1945 air merupakan produk strategis karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Oleh karena itulah, peran negara harus dominan.
Pembahasan substansi dari revisi UU tentang pengelolaan SDA ini memang masih panjang. Pembahasan detail substansi masih belum dapat dilakukan karena masih harus menunggu keputusan dari DPR apakah akan dibahas di tingkat komisi, Panitia Khusus (Pansus) atau di Badan Legislasi (Baleg).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News