kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   -5.000   -0,33%
  • USD/IDR 15.850   25,00   0,16%
  • IDX 7.114   -85,89   -1,19%
  • KOMPAS100 1.086   -16,05   -1,46%
  • LQ45 857   -16,69   -1,91%
  • ISSI 217   -2,23   -1,02%
  • IDX30 439   -9,02   -2,02%
  • IDXHIDIV20 526   -12,72   -2,36%
  • IDX80 124   -1,94   -1,54%
  • IDXV30 127   -5,04   -3,83%
  • IDXQ30 145   -3,06   -2,06%

43,4 Juta Hektare Lahan Terindikasi Tumpang Tindih Pemanfaatan Ruang


Selasa, 13 September 2022 / 14:47 WIB
43,4 Juta Hektare Lahan Terindikasi Tumpang Tindih Pemanfaatan Ruang
ILUSTRASI. Badan Informasi Geospasial (BIG) mengatakan terdapat tumpang tindih pemanfaatan ruang. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/foc.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Informasi Geospasial (BIG) mengatakan terdapat tumpang tindih pemanfaatan ruang ketidaksesuaian batas daerah, tata ruang, dan kawasan hutan. Hal ini berdasarkan peta indikatif tumpang tindih pemanfaatan ruang ketidaksesuaian batas daerah, tata ruang, dan kawasan hutan.

Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) M. Aris Marfai mengatakan, peta indikatif tersebut telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 222-225 tahun 2021.

"Luasan yang tidak sesuai ada banyak sekitar 43 juta hektare (43,49 juta hektare) dan itu terbagi dalam beberapa kategori," kata Aris dalam konferensi pers, Selasa (13/9).

Baca Juga: BPN Proses Penyempurnaan Regulasi Penetapan Lahan Sawah yang Dilindungi

Aris menyampaikan, luas tersebut setara 22,8% terhadap total luas nasional. Dari jumlah tersebut, terdapat ketidaksesuaian antara rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) dengan kawasan hutan (2,2%); ketidaksesuaian antara RTRW Kabupaten/Kota (RTRWK) dengan kawasan hutan (6,5%).

Lalu, ketidaksesuaian antara RTRWP dan RTRWK dengan kawasan hutan (1,7%); ketidaksesuaian antara RTRWP dengan RTRWK (11,6%); dan ketidaksesuaian antara RTRW terhadap pelepasan kawasan hutan (0,9%).

"Itu 43 juta hektare, tidak seluruh 43 juta hektare itu sangat krusial, tapi juga ada beberapa yang secara teknis, misalnya karena perbedaan tahun dalam publish peta," ucap Aris.

Aris menyatakan, penyelesaian tumpang tindih mempertimbangkan berbagai hal. Misalnya, kronologinya, subyek hukum, dan tata ruang mana yang ada terlebih dahulu. Penyelesaian ini melibatkan kementerian/lembaga terkait, termasuk kementerian yang merupakan pemegang wali data.

"Tumpang tindih ini varian nya banyak. Misalnya tata ruang provinsi dengan kawasan hutan, kita perlu lihat mana yang lebih dulu hadir, mana yang kemudian updating dan sebagainya," ujar Aris.

Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang, Kemenko Perekonomian Wahyu Utomo mengatakan, pemerintah akan menyusun rencana aksi penyelesaian tumpang tindih. Kemudian, akan digelar pelaksanaan rapat kerja nasional kebijakan satu peta yang melibatkan pemerintah daerah dan stakeholder terkait.

Baca Juga: Hadi Tjahjanto Instruksikan Seluruh Kantor Wilayah BPN Percepat PTSL

Pemerintah dan stakeholder terkait akan mengindentifikasi mana tumpang tindih yang penyelesaiannya mudah dan mana yang penyelesaiannya terbilang cukup sulit. Penyelesaian tumpang tindih tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah.

"Tapi semua saya jamin itu sudah ada dalam PP 43/2021, tinggal gimana kita menyelesaikannya," pungkas Wahyu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×