kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

2013, tahun keramat untuk Demokrat?


Kamis, 26 Desember 2013 / 12:00 WIB
2013, tahun keramat untuk Demokrat?
ILUSTRASI. LPSK menyarankan tersangka Bharada E untuk menjadi justice collaborator dalam kasus kematian Brigadir J.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Tahun 2013 menjadi tahun keramat untuk Partai Demokrat. Sejumlah peristiwa terjadi dan menjadi catatan bagi perjalanan partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Memasuki awal tahun 2013, gonjang-ganjing di tubuh Demokrat mulai terasa. Nama Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut-sebut terlibat dalam skandal proyek Hambalang. Anas membantah, dan siap digantung di Monas bila terbukti terlibat korupsi.

Anas tersangka

Pada 22 Februruari 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan status Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Hambalang. Anas diduga menerima pemberian hadiah terkait proyek Hambalang saat masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Sebelum menjadi ketua umum, Anas merupakan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR.

KPK menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penetapan Anas sebagai tersangka ini diresmikan melalui surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 22 Februari 2013 yang ditandatangani oleh pimpinan KPK.

Satu hari setelah ditetapkan sebagai tersangka, Anas langsung menggelar jumpa pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat. Pada kesempatan itu, ia menyatakan berhenti dari jabatan Ketua Umum DPP Demokrat.

"Standar etik pribadi saya mengatakan, kalau saya punya status hukum sebagai tersangka, maka saya akan berhenti sebagai Ketua Umum Partai Demokrat," kata Anas saat itu.

Mundurnya Anas menimbulkan kekosongan pucuk pimpinan di tubuh Demokrat. Pada 30 Maret 2013, Partai Demokrat menggelar Kongres Luar Biasa di Denpasar, Bali untuk memilih pengganti Anas.

Hasil dari KLB itu memutuskan secara aklamasi Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Sehari setelah KLB, SBY mendapuk Syarief Hasan sebagai Ketua Harian DPP Demokrat untuk membantunya melaksanakan tugas partai.

Selain sebagai ketua umum, SBY juga menjabat Ketua Dewan Pembina dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat. Rangkap jabatan ini kemudian menuai sorotan. SBY dianggap tak akan mampu menjalankan amanat sebagai Presiden Republik Indonesia ketika terbebani juga dengan tugas-tugas partai. Namun, hingga kini SBY tetap mengisi tiga jabatan penting di tubuh Demokrat.

Popularitas anjlok

Kisruh Hambalang dan karut marut di tubuh Demokrat terus mendapat sorotan publik. Imbasnya, popularitas dan elektabilitas partai tersebut terjun bebas ke posisi yang tidak menguntungkan. Banyak lembaga survei yang menyatakan Demokrat bakal kesulitan di Pemilihan Umum 2014.

Sadar dengan masalah yang membelenggunya, Demokrat mencoba melakukan manuver terkait figur yang akan diusung menjadi calon presiden di tahun depan. Hasilnya, dibentuklah Komite Konvensi untuk menyusun agenda dan menyeleksi peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat.

Konvensi digelar bukan hanya untuk menjaring tokoh dari dalam dan luar Partai Demokrat yang potensial memenangkan pemilihan presiden. Tetapi juga sengaja dilakukan sekaligus untuk menarik simpatik publik guna mendongkrak elektabilitas partai yang terus menurun.

Namun apa daya, konvensi Demokrat terus menuai kritik dan dituding hanya akal-akalan belaka. Ada yang berpendapat, pemenang konvensi sudah dapat ditebak sejak awal karena berasal dari internal Demokrat.

Sejumlah tokoh kenamaan seperti Mahfud MD dan Jusuf Kalla menolak ikut konvensi. Meski di sisi lain masih ada tokoh eksternal seperti Anies Baswedan, Dahlan Iskan, dan Gita Wirjawan yang bersedia maju sebagai kandidat.

Kritik untuk konvensi tak berhenti dan terus meluas. Peneliti senior Founding Fathers House (FFH) Dian Permata mengatakan, konvensi Demokrat telah kehilangan pamor dan ia ibaratkan seperti mobil derek yang terancam mogok.

Penyebabnya adalah stigma publik pada partai ini yang terlanjur sinis. Komite konvensi juga dianggapnya kurang kreatif, dan kontestasi di antara kandidat sangat minim. Ditambah lagi dengan kasus penayangan acara konvensi di TVRI, dan adanya laporan penyalahgunaan fasilitas negara untuk kampanye para peserta konvensi.

"Konvensi seperti mobil derek yang membawa mobil mogok. Ini titik kritis, bebannya terlalu berat dan mobil derek itu bisa ketularan mogok juga," kata Dian.

Pendapat miring untuk konvensi sontak dibantah habis-habisan oleh internal Demokrat dan komite. Demokrat menilai konvensi merupakan terobosan demokrasi di Indonesia, pemenangnya diyakini akan menjadi presiden di periode 2014-2019.

Tetapi, Demokrat bisa apa? Buktinya memang konvensi belum berhasil menarik simpati publik.

Langkah Demokrat semakin terjal setelah dikait-kaitkan dengan sejumlah kasus korupsi. Seperti suap di SKK Migas, dan skandal Century yang kembali ramai diperbincangkan.

Ini di mana Demokrat ada di tempat yang tak diduganya. Tanpa antisipasi. Kebijakan yang menyangkut internal juga menjada blunder dan akhirnya memaksa publik kembali memberi sorotan negatif.

Hal-hal inilah yang dimanfaatkan Anas, sebagai kubu yang merasa didzalimi, memberikan sentilan yang menyengat. Beberapa kali Anas membuat keluarga Cikeas gerah dengan pernyataannya tentang Bu Pur, atau celotehnya tentang sosok dan kinerja Presiden SBY yang membuat Istana geram.

Buntutnya, Demokrat melakukan serangan balik dengan aksi bersih-bersih loyalis Anas. Aksi bersih-bersih loyalis Anas dari tubuh Demokrat tak ditampik oleh Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul.

"Kalau memang itu (bersih-bersih loyalis Anas) ada apa rupanya? Ini tentang kalah dan sukses, dan saya ada di pihak yang sukses," kata Ruhut.

Gonjang-ganjing di internal Demokrat juga mengembuskan angin tak sedap ke barisan koalisi partai pendukung pemerintah. Taji Sekretariat Gabungan (Setgab) seakan berkurang dalam mengurus kesolidan partai koalisi di DPR.

Kebijakan-kebijakan Demokrat di parlemen tak sedikit yang ditentang dan beberapa di antaranya terpaksa gugur.

Contohnya, usulan Demokrat yang ingin mengangkat Ruhut Sitompul menjadi Ketua Komisi III DPR menggantikan Gede Pasek Suardika. Usulan ini mendapat penolakan keras dari internal Komisi III, rapat berjalan alot, dan lobi berakhir buntu. Besarnya gelombang penolakan mengandaskan ambisi Ruhut dan akhirnya memaksa Fraksi Demokrat menunjuk Pieter C Zulkifli untuk menggantikan Pasek.

Hal serupa juga terjadi pada saat paripurna pengambilan keputusan masa tugas Tim Pengawas DPR untuk Kasus Bank Century. Fraksi Demokrat hanya mendapat dukungan dari Fraksi PPP yang ingin Timwas Century dibubarkan, sementara tujuh fraksi lain bersikukuh Timwas harus diperpanjang.

Lagi, perdebatan berlangsung panjang dan Fraksi Demokrat kembali gigit jari karena gagal memenangkan lobi. Paripurna akhirnya memutuskan Timwas Century diperpanjang sampai 30 September 2014.

Situasi serupa hampir terjadi saat pemerintah mengusulkan RAPBN-P 2013 yang mengatur dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dua kebijakan itu akhirnya disahkan, meski Demokrat perlu dengan susah payah saat menggolkannya.

Masa-masa sulit di 2013 tentu menjadi catatan kelam Demokrat. Kini partai yang sedang berkuasa itu berusaha melewati dan kembali ke masa kejayaan mereka.

Faktor penentunya adalah bagaimana mengembalikan citra yang sempat remuk melalui konvensi. Terobosan itu terus digodok, dan diharap dapat melahirkan figur yang benar-benar dapat bersaing serta mampu merebut simpatik publik.

Waktu pemanasan telah dilaksanakan di putaran pertama sampai akhir 2013. Tahun depan, komite yakin kontestasi akan berjalan lebih ketat dan menarik. Fokusnya jelas, memilih kandidat yang cocok menjadi pemenang sejati untuk diusung menjadi calon presiden periode 2014-2019.

Mampukah Demokrat?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×