kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peneliti UI: Pemerintah tidak perlu ragu menggabungkan batasan produksi SKM dan SPM


Rabu, 17 Juli 2019 / 14:37 WIB
Peneliti UI: Pemerintah tidak perlu ragu menggabungkan batasan produksi SKM dan SPM


Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Demografi Universitas Indonesia berharap pemerintah tidak ragu menerapkan kebijakan penggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi tiga miliar batang, meski mendapatkan penolakan dari pabrikan rokok. 

Menurut peneliti LDUI, Abdillah Ahsan, penggabungan perlu direalisasikan karena pabrikan rokok selama ini telah menikmati tarif cukai murah.

“Pengusaha rokok yang protes adalah mereka yang diuntungkan dari kebijakan saat ini. Mereka membayar cukai lebih murah padahal sama-sama menjual rokok yang menyakiti dan tidak banyak menyerap tenaga kerja,” kata Abdillah, Selasa (16/7). 

Abdillah menyadari pabrikan rokok menolak penggabungan batasan produksi SKM dan SPM karena khawatir mereka tidak akan bisa lagi membayar tarif cukai murah.  Dengan penggabungan tersebut, pabrikan yang memiliki volume produksi segmen SKM dan SPM di atas tiga miliar batang harus membayar tarif cukai golongan I pada kedua segmen tersebut. 

“Tentu saja yang menolak, menikmati keuntungan dari sistem saat ini yang tidak rasional dijalankan. Kebijakan yang tidak efisien ini juga mendorong rokok ilegal karena jumlah layer tarif cukai banyak sehingga peluang rokok ilegal tipe salah personifikasi meningkat,” ucap dia.   

Jika penggabungan batasan produksi SKM dan SPM tidak segera direalisasikan, Abdillah khawatir angka perkokok di Indonesia akan terus meningkat lantaran semakin murah dan mudahnya rokok dijangkau oleh masyarakat. 

“Semangat penggabungan SKM dan SPM  untuk mengurangi perbedaan harga rokok sehingga konsumen tidak bisa beralih ke rokok murah, pada saat harga rokok naik. SKM dan SPM sama-sama buruk untuk kesehatan, sepatutnya digabung,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan, mengatakan pemerintah memang mendapatkan tantangan dari para produsen rokok dalam menjalankan penggabungan batasan produksi SKM dan SPM. Padahal, tujuan dari penggabungan ini untuk memudahkan pemerintah dalam melakukan pengawasan. 

Sebab, dengan masih banyaknya layer tarif cukai, besar pula potensi terjadinya penyalahgunaan oleh pabrikan rokok. "SKM golongan II dan SPM golongan II kita akan gabungkan. Kalau masuk kategori golongan I, bayar cukai golongan I, dan ini masih ada pertentangan dari produsen," tegas dia. Namun Rofyanto tidak menjelaskan siapa saja pabrikan yang menolak terhadap penggabungan batasan produksi SKM dan SPM. 

Penggabungan batasan produksi SKM dan SPM sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan 146/2017. Namun pada Desember 2018 lalu, Kemenkeu mengeluarkan PMK 156/2018 yang salah satu isinya menghapus Bab IV pada PMK 146/2017, yang  mengatur tentang penggabungan batas produksi SKM dan SPM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×