kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Utang luar negeri RI masuk level bahaya


Kamis, 19 November 2015 / 12:00 WIB
Utang luar negeri RI masuk level bahaya


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Utang luar negeri (ULN) Indonesia kuartal III tahun ini tampaknya kian berisiko.

Ini lantaran rasio pembayaran pokok dan bunga atas utang jangka panjang dan pembayaran bunga atas utang jangka pendek atau debt service ratio (DSR) tier-2 triwulanan naik menjadi sebesar 60,40%.

Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan DSR triwulan II 2015 yang sebesar 59,90%.

Sedangkan DSR tahunan pada triwulan III 2015 tercatat sebesar 57,47%, naik dari posisinya di triwulan sebelumnya yang sebesar 53,42%.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kemampuan membayar utang RI kian lemah.

Pasalnya, rasio beban utang yang ditanggung Indonesia itu dua kali lipat dari batas wajar yang ditentukan oleh International Monetary Fund (IMF).

Batas wajar DSR yang ditentukan IMF adalah sebesar 30%-33%. 

"Depresiasi rupiah dan kinerja ekspor yang melemah akan menjadi double hit untuk pembayaran ULN," katanya, Rabu (18/11).

Pasalnya, kenaikan DSR hingga 60,45% berarti penerimaan ekspor barang, jasa, dan transfer pendapatan akan  habis untuk membayar ULN.

Jika ekspor terus melambat, ini bisa kian membahayakan.

Menurutnya, pemerintah harus segera mencari produk ekspor baru yang memberikan nilai tambah. 

Bahayanya lagi, dalam kondisi yang bersamaan, penerimaan pajak yang rendah.

Kata Joshua, ini harus menjadi peringatan bagi pemerintah dalam mencari pinjaman untuk menutup defisit fiskal hingga akhir tahun.

Pasalnya, membesarnya DSR akan memberikan sentimen negatif bagi investor.

Utang melambat

Berdasarkan laporan Statistik Utang Luar Negeri Bank Indonesia (BI), posisi utang luar negeri  Indonesia triwulan III 2015 turun US$ 2,1 miliar menjadi US$ 302,4 miliar dibandingkan dengan utang luar negeri kuartal II 2015.

Pelambatan didorong melemahnya ULN swasta sebesar US$ 1,7 miliar, terutama ULN bank. ULN sektor publik turun US$ 0,4 miliar, terutama ULN pemerintah. 

Pada triwulan III 2015,  pangsa ULN sektor swasta masih lebih tinggi dibandingkan sektor publik.

Utang luar negeri swasta tercatat mencapai 55,6% atau sebesar US$ 168,2 miliar, sedangkan pangsa ULN sektor publik 44,4% atau US$ 134,2 miliar.

Pada triwulan III, BI juga melaporkan perlambatan pertumbuhan utang RI dibandingkan triwulan sebelumnya dari 6,2% (yoy) menjadi 2,7% (yoy).

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual bilang, perlambatan ULN Indonesia terutama swasta merupakan imbas depresiasi nilai tukar rupiah yang cukup dalam selama September 2015.

Meski ekonomi mulai membaik di kuartal III, namun swasta masih menahan ULN.

David memprediksi ULN swasta melambat seiring adanya pelonggaran moneter BI yang menurunkan giro wajib minimum (GWM) dari 8% menjadi 7,5%.

Kebijakan ini diperkirakan akan membuat swasta melakukan pinjaman di dalam negeri karena likuiditas perbankan meningkat.

Berdasarkan sektor ekonominya, ULN swasta pada akhir kuartal III 2015 terkonsentrasi pada sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas, dan air bersih dengan pangsa 76,2%.

Di sisi lain ULN sektor pertambangan masih mengalami kontraksi.

"BI memandang perkembangan ULN pada triwulan ketiga 2015 masih cukup sehat," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.

Namun begitu, menurutnya, yang perlu terus diwaspadai adalah risiko utang luar negeri terhadap perekonomian (PDB). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×