kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tak perlu embel-embel subsidi, masyarakat adat perlu dilindungi haknya


Kamis, 24 Mei 2018 / 22:29 WIB
Tak perlu embel-embel subsidi, masyarakat adat perlu dilindungi haknya
ILUSTRASI. Masyarakar Dayak Iban Sungai Utik


Reporter: Indra Pangestu Wardana Setiawan | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat adat memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan. Akan tetapi pemerintah belum memberikan hak sepenuhnya kepada masyarakat adat. Pemerintah lebih fokus mencari investor luar ketimbang mendukung kemandirian masyarakat adat.

Nilai ekonomi masyarakat adat tidak bisa dipandang sebelah mata. Hasil riset Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di enam wilayah Komunitas Masyarakat Adat (KMA) menunjukan, nilai ekonomi pengelolaan sumber daya alam (SDA) di enam wilayah adat menghasilkan Rp 159,21 miliar per tahun, sedangkan nilai jasa lingkungan mencapai Rp 170,77 miliar per tahun. Tentu saja penghasilan tersebut dapat mendorong perekonomian di daerahnya.

Direktur Perluasan Partisipasi Politik AMAN, Abdi Akbar, mengatakan seharusnya pemerintah mengembalikan kewenangan dan hak kepada masyarakat adat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alamnya, termasuk memberikan wilayahnya. Dengan diberikannya hak-hak masyarakat adat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan ekonomi masyarakat adat itu sendiri bahkan dapat membantu pemerintah.

“Jadi masyarakat itu tidak perlu disuapi, tidak perlu disubsidi biaya yang besar. Mereka bisa meningkatkan ekonominya sendiri ketika mereka diakui dan dilindungi hak-haknya. Jadi tidak perlu pemerintah membuat program yang waw, kasih subsidi dan lain-lain. Justru itu membuat masyarakat menjadi tidak mandiri,” kata Abdi Akbar, Kamis (24/5)

Ia menambahkan dirinya dan masyarakat adat masih menunggu janji-janji pemerintah akan memberikan hak dan wewenang untuk mengelola wilayahnya. Namun, sampai saat ini komitmen pemerintah masih dipertanyakan.

Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), pemerintah akan mengembalikan haknya kepada masyarakat sekitar 5 juta hektare akan tetapi sampai saat ini pemerintah baru mengembalikan 17.000 hektare saja. Selain itu Rancangan Undang-undang (RUU) mengenai hak dan wewenang masyarakat adat masih belum disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Menurutnya pemberian hak dan wewenang kepada masyarakat adat merupakan amanat konstitusi karena dalam UUD 1945 secara deklarator dikatakan negara mengakui-menghormati masyarakat hukum adat.

Kemudian, pemberian hak dan wewenang pada masyarakat adat dipertegas dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35 tahun 2012 yang menyatakan bahwa hutan adat bukan lagi hutan negara.

“Kita optimistis, hak dan wewenang masyarakat adat akan kembali karena itu mandat dari Konstitusi kita,” ungkapnya.

Dia berencana akan berikan masukan kepada pemerintah dan DPR, bahkan kementerian-kementerian yang ditunjuk oleh Presiden supaya mengubah cara berpikir yang melihat agenda ekonomi itu hanya untuk perusahaan dan investasi sementara masyarakat sebagai penggerak ekonomi diabaikan. Oleh karena itu dirinya ingin RUU masyarakat adat segera dibahas oleh DPR.

                                            

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×