kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sedikitnya ada empat aksi intoleran yang terjadi di Indonesia sejak awal 2018


Senin, 12 Februari 2018 / 08:56 WIB
Sedikitnya ada empat aksi intoleran yang terjadi di Indonesia sejak awal 2018
ILUSTRASI. ilustrasi


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam kurun waktu dua pekan terakhir, kondisi keberagaman bangsa Indonesia sedang diuji oleh sejumlah peristiwa. Sejumlah aksi intoleran yang dilakukan oleh oknum tertentu tentu berpotensi merusak sendi toleransi yang telah dirajut oleh para pendiri negara Indonesia. 

Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) mencatat setidaknya ada empat aksi intoleran yang telah terjadi di awal tahun 2018 ini. Ketua Umum FMKI KAJ, Yulius Setiarto menjelaskan keempat aksi intoleran tersebut diawali oleh serangan yang ditujukan kepada Kyai Umar Basri, pimpinan Ponpes Al Hidayah, Santiong, Cicalengka, Jawa Barat pada 27 Januari 2018. 

Kemudian berlanjut pada aksi pembubaran bakti sosial yang diselenggarakan panitia Gereja Santo Paulus, Bantul, Yogyakarta, 28 Januari 2018. Selanjutnya kejadian persekusi terhadap pemuka agama Budha Biksu Mulyanto Nurhalim di wilayah Legok, kabupaten Tangerang. Penolakan ini disinyalir karena Biksu Mulyanto menyalahgunakan tempat tinggal sebagai tempat ibadah.

"Dan aksi terakhir yang baru saja terjadi di kapel Stasi Lidwina, Bedog, Yogyakarta. Terjadi serangan membabi buta kepada Pater KE Prier SJ, sejumlah umat dan perusakan ornamen di kapel tersebut," lanjut Yulius. Dia berpendapat kejadian-kejadian tersebut telah mencederai semangat kebersamaan bangsa Indonesia yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.

"FMKI KAJ tentu mengutuk keras kelompok-kelompok yang melakukan tindakan intoleran sekaligus melawan hukum tersebut. Tindakan itu seperti upaya merusak keharmonisan dan kedamaian masyarakat kita," kata Yulius dalam keterangan pers yang diterima KONTAN, Minggu (11/2).

Ia menilai bahwa tindakan intoleran tersebut tidak bisa dianggap sebagai tindakan yang berdiri sendiri. Ada upaya sistematis untuk memecah belah persaudaraan antar individu atau kelompok di masyarakat sebagai sesama anak bangsa.

FMKI KAJ juga menilai berbagai tindakan tersebut berhasil menciptakan grey zone scenario, sebuah kondisi yang telah membuat pemerintah setempat dan aparat tidak berhasil melakukan tindakan yang tegas. Tindakan intoleran semacam ini tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja tanpa ada tindakan nyata dari pemerintah maupun lembaga yang berwenang.

"Apapun motif dan bentuknya, kami mengimbau pemerintah dan aparat berpedoman pada konstitusi dan hukum yang berlaku. Harus segera melakukan upaya nyata demi terciptanya ketertiban dan keamanan di masyarakat," tegas Yulius.

Ia pun mengimbau agar setiap warga supaya tidak terpancing upaya adu domba, menggunakan akal sehat, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap berita hoax yang beredar. "Terakhir, kami meminta masyarakat untuk memperkuat rantai keberagaman dan persaudaraan, sebagai upaya menangkal tindakan yang mengadu domba," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×