kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertimbangan pemerintah mengkaji ketentuan ambang batas PPN


Rabu, 10 Maret 2021 / 16:34 WIB
Pertimbangan pemerintah mengkaji ketentuan ambang batas PPN
ILUSTRASI. Pemerintah tengah mengkaji ketentuan ambang batas atau threshold pajak pertambahan nilai (PPN).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah tengah mengkaji ketentuan ambang batas atau threshold pajak pertambahan nilai (PPN). Ada dua hal yang menjadi pertimbangan, jumlah penerimaan pajak yang hilang dan dampak apabila threshold diturunkan. 

Berdasarkan pemaparan Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung pada Rabu (10/3) antara Kemenkeu dan Komisi XI DPR  yang dihimpun Kontan.co.id, menunjukkan dari evaluasi tersebut, ada tiga hasil yang didapat pemerintah. 

Pertama, threshold PPN Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Kedua, tingginya threshold PPN tersebut menyebabkan terjadinya bunching effect. 

Ketiga, simulasi beberapa skenario penurunan threshold menunjukkan potensi peningkatan penerimaan pajak dan dampaknya terhadap indikator makro seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi. 

Baca Juga: Sri Mulyani akan perluas insentif pajak, ini tanggapan pengusaha

Adapun sejak tahun 2014, batasan omzet pengusaha kecil yang wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau menjadi wajib PPN saat ini sebesar Rp 4,8 miliar setahun. Naik dari sebelumnya yang hanya Rp 600 juta setahun. 

Perubahan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013 yang ditetapkan tanggal 20 Desember 2013 dan mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2014.

Sebelumnya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3A UU PPN, bahwa pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP), kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang.  

Dengan adanya PMK 197/2013, artinya pengusaha dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun dan memilih menjadi non-PKP, tidak diwajibkan menjadi PKP dan menjalankan kewajiban perpajakan yang melekat.

Catatan Kontan.co.id, PMK 197/2013 diterbitkan dengan maksud untuk mendorong wajib pajak dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun lebih banyak berpartisipasi menggunakan skema Pajak Penghasilan (PPh) Final menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang telah berjalan sejak Juli 2013 lalu karena tidak kuatir lagi dengan efek perpajakan PPN-nya.

Selanjutnya: Restitusi pajak masih tumbuh 7,4% hingga Mei 2020, ini pemicunya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×