kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45933,54   5,18   0.56%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Monopoli Dihapus, Tarif Listrik Justru akan Mahal


Senin, 14 Juni 2010 / 11:21 WIB
Monopoli Dihapus, Tarif Listrik Justru akan Mahal


Sumber: KONTAN | Editor: Tri Adi

JAKARTA. Urusan setrum menjadi monopoli PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) seorang diri tidak selamanya jelek. Sebab, menghapus monopoli kelistrikan justru akan membuat tarif listrik mahalnya bukan ampun.

Direktur Utama PLN Dahlan Iskan menyatakan, kalau urusan listrik diserahkan ke pihak swasta, paling tidak tarif listrik akan naik minimal sebesar 30%. Soalnya, mereka tentu tidak akan menjual listrik di bawah biaya pokok produksi (BPP) yang saat ini mencapai Rp 1.000 per kilowatt hour alias KwH.

Sekalipun sektor swasta melakukan efisiensi besar-besaran, menurut Dahlan, mereka paling hanya memangkas BPP menjadi Rp 900 hingga Rp 950 per KwH. Itu berarti, harga jual listrik bakal lebih tinggi sekitar 30% dari harga jual PLN sekarang yang rata-rata Rp 600 per KwH. "Ini terbukti di Filipina. Di sana semuanya swasta nggak ada perusahaan listrik milik pemerintah, biaya listriknya jadi lebih mahal," kata Dahlan.

Nah, karena di Indonesia listrik masih menjadi urusan negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak, harga jual setrum tidak mahal-mahal amat. Pasalnya, pemerintah masih memberi subsidi untuk menutup BPP PLN.

Cuma, Direktur Keuangan PLN Setio Anggoro Dewo bilang, berapapun subsidi yang disuntik pemerintah, itu hanya cukup untuk mendanai operasional PLN. "Selama subsidi, PLN tidak bisa tumbuh," ujarnya.
Harga 20% di atas BPP

Kalau ingin sektor kelistrikan Indonesia kuat seperti di Malaysia dan Singapura, danm agar tak ada lagi byarpet dalam jangka panjang, Dewo menandaskan, harga jual listrik minimal harus 20% di atas BPP. "Di Singapura antara pembangkit listrik yang nyala dengan yang siap-siap nyala itu kapasitasnya sama. Jadi, tak ada pemadaman," ujarnya.

Pengamat Kelistrikan Fabby Tumiwa mengakui, penghapusan praktik monopoli dalam bisnis listrik di negara kita tidak serta merta dapat memangkas tarif listrik. Apalagi modal usaha di sektor tersebut tidak sedikit.

Untuk bisa memiliki pembangkit berkapasitas 2.500 megawatt (MW) plus sistem jaringan penyaluran, Fabby mengatakan, investor harus menanamkan dana sampai
Rp 200 triliun. Dengan nilai investasi yang sama, pengusaha telekomunikasi sudah bisa besar dan dalam 7 tahun balik modal. "Untuk listrik, tidak demikian," ujarnya. Apalagi, permasalahan di sektor listrik, juga menyangkut ketidakpastian energi primer dan bahan baku.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×