kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kata DPR soal uji publik IPP oleh KPI


Rabu, 20 Januari 2016 / 22:58 WIB
Kata DPR soal uji publik IPP oleh KPI


Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tengah mengkaji perpanjangan izin stasiun televisi yang masa habis tahun ini. Salah satunya, melalui mekanisme uji publik atau evaluasi dengar pendapat (EDP) Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) Lembaga Penyiaran Swasta (LPS)–Induk Televisi Berjaringan.

“Untuk dapat bersiaran lagi, mereka harus melakukan proses perpanjangan izin melalui KPI bernama Evaluasi Dengar Pendapat (EDP),” tulis KPI di sosial media resmi, Senin (19/1) lalu.

Untuk itu, KPI membuka kesempatan bagi masyarakat untuk ikut melakukan evaluasi mengirimkan saran/kritik mengenai isi siaran stasiun tersebut ke: ujipublik@kpi.go.id, sebelum 31 Januari 2016.

KPI sendiri mencatat ada 10 stasiun televisi swasta yang akan habis masa izinnya di tahun 2016. Stasiun televisi itu antara lain RCTI, TPI, GlobalTV, SCTV, Antv, Indosiar, TV One, MetroTV, TransTV, dan Trans7.

Rupanya, langkah KPI melalui mekanisme uji publik ini menuai pendapat beragam. Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menilai langkah KPI sebagai tindakan ilegal.

"Itu tindakan ilegal, saya sendiri belum tahu apakah ini inisiatif kelembagaan melalui Pleno atau ada oknum komisioner, ini perlu diperiksa," tegasnya.

Mahfudz menegaskan, tindakan itu ilegal karena memang tidak diatur undang-undang dan IPP sepenuhnya berada di tangan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). KPI sendiri sudah diminta Kominfo memberikan masukan sebagai perwakilan masyarakat.

"Perpanjangan izin ada di pemerintah dan melalui Menkominfo. Sesuai aturan Pemerintah akan meminta KPI memberikan masukan, penilaian tentang isi penyelenggaraan penyiaran," ujarnya.

Alhasil, KPI tinggal memberikan saja masukan melalui Kominfo dan tidak perlu melakukan uji publik karena menyalahi aturan. "Harus diperiksa betul, ini inisiatif kelembagaan ataukah justru inisiatif oknum komisioner," tegasnya.  

KPI yang dalam melaksanakan kegiatan dan uji publik itu mendasarkan pada Pasal 33 Ayat (4) Huruf a Undang-Undang Penyiaran, katanya, sebagai alasan tidak pas karena kewenangan KPI hanya sampai tahap evaluasi dengar pendapat terhadap  pemohon perpanjangan IPP.

KPI juga dinilai salah menafsirkan kata "masukan" dalam Pasal 33 Ayat (4) Huruf a UU Penyiaran dengan penafsiran bahwa KPI berhak menerima masukan dari masyarakat tentang program siaran yang akan menjadi bagian dari evaluasi dalam evaluasi dengar pendapat dalam proses perpanjangan IPP.

Penafsiran kata "masukan" dengan melibatkan masyarakat luas kurang tepat, mengingat pelibatan masyarakat itu tidak diatur di dalam UU Penyiaran. 

Seharusnya, KPI cukup memberikan masukan kepada LPS yang memproses perpanjangan IPP untuk meningkatkan kualitas program siarannya, tanpa perlu melibatkan masyarakat karena KPI adalah wakil masyarakat.

"Kegiatan dan proses uji publik yang hanya berdasar pada penafsiran dapat menimbulkan ketidakpastian hukum," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×