kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga BBM naik?


Rabu, 17 April 2013 / 16:16 WIB
Harga BBM naik?
ILUSTRASI. Petugas karantina dengan pakaian pelindung bersiap untuk pekerjaan desinfeksi di peternakan unggas


Reporter: Arief Ardiansyah, Anastasia Lilin Y, Anna Suci Perwitasari, Noverius Laoli | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta.Setelah pemerintah menaikkan tarif listrik tahap kedua 1 April 2013 lalu, bersiaplah Anda melakukan hitung-hitungan pengeluaran lagi. Sebab tampaknya kenaikan harga bakar minyak (BBM) bersubsidi akan mengekor tarif setrum tersebut.

Sinyal kenaikan harga premium dan solar terlihat jelas “menyala” dari pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat membuka Musyawarah Nasional IX Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Senin (8/4). “Setelah kami menghitung dengan saksama, suatu saat harga BBM memang harus dinaikkan,” katanya.

Ini pertama kali secara terbuka SBY mengungkap rencana pemerintah mendongkrak harga BBM bersubsidi tahun ini. Lalu, apakah itu berarti pernyataan SBY di depan para pelaku usaha adalah dalam rangka mencari dukungan atas rencana kenaikan harga BBM? Jawabannya: bisa jadi. Siapa, sih, yang ingin harga BBM naik.

Memang, pemerintah tidak perlu lagi mengantongi restu dari DPR untuk menaikkan harga BBM bersubsidi seperti tahun-tahun sebelumnya. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013 memberikan wewenang penuh kepada pemerintah untuk menaik-turunkan harga BBM subsidi. Tapi pemerintah tetap butuh dukungan dari berbagai pihak, termasuk partai politik.

Hanya, Firmanzah, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, menegaskan, rencana kenaikan harga BBM bersubsidi yang disampaikan Presiden saat Musyawarah Nasional IX Apindo bukan dalam rangka mencari dukungan. Dan, “Kenaikan harga BBM hanya satu dari dua opsi menekan anggaran subsidi BBM,” ujar Firmanzah.

Selain menaikkan harga BBM bersubsidi, pengendalian konsumsi premium dan solar juga menjadi senjata andalan pemerintah untuk memangkas subsidi bahan bakar minyak. Saat ini, Firmanzah mengungkapkan, pemerintah sedang menggodok tiga jurus pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.

Pertama, pembatasan konsumsi BBM bersubsidi terhadap kendaraan pribadi dengan menggunakan teknologi radio frequency identification (RFID). Kedua, pembuatan varian baru BBM yang mengandung research octane number (RON) 90, dengan harga Rp 7.000–Rp 7.500 per liter. Ketiga, pelarangan mobil pelat hitam menenggak premium.

Pemerintah memasang target akhir bulan ini sudah ada keputusan yang bisa segera dilaksanakan. Hanya, “Apa pun yang dipilih bertujuan meminimalkan risiko fiskal, tidak menciptakan kompleksitas, tidak meningkatkan inflasi, dan tidak menambah jumlah rakyat miskin,” kata Firmanzah.

Dukungan mengalir

Bambang Brodjonegoro, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, menjelaskan, jika pemerintah menaikkan harga premium dan solar Rp 1.500 per liter dan berlaku mulai 1 Mei nanti, bujet subsidi BBM yang bisa dihemat mencapai Rp 40 triliun.

Dan, satu per satu dukungan atas rencana kenaikan harga BBM bersubsidi mengalir. Dukungan, misalnya, datang dari Apindo. Menurut Sofjan Wanandi, Ketua Umum Apindo, kondisi makroekonomi mulai membahayakan dunia usaha, seperti inflasi tinggi, nilai tukar rupiah melemah, dan neraca perdagangan defisit. “Ini semua multiplier effect, kalau kita jelek, enggak ada orang yang mau investasi di sini,” ujarnya.

Dukungan juga datang dari Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat (Organda) Andriansyah Y.P., tapi dengan catatan: sebagian penghematan subsidi BBM dari kenaikan harga premium dan solar dialihkan ke sektor transportasi umum. Misalnya, dengan menghapus pajak angkutan umum, memangkas bunga kredit untuk peremajaan kendaraan dan bea masuk suku cadang impor. “Silakan harga BBM dinaikkan, tapi kami berharap ada insentif,” imbuh Adriansyah.

Rajasapta Okto, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), juga tidak keberatan dengan kenaikan harga BBM bersubsidi, asalkan dana subsidi dialihkan untuk sektor infrastruktur.
“Pengusaha tidak masalah kalau harga BBM dinaikkan, karena kami anggap dalam jangka panjang akan ada barang lain yang dihasilkan, seperti jalan, yang bisa berpengaruh pada penghematan biaya produksi,” tutur dia.

Cuma, Purbaya Yudhi Sadewa, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, meminta, kenaikan harga BBM bersubsidi maksimal Rp 1.000 per liter. Dengan begitu, inflasi hanya akan bertambah 1,7%.

Sedang suara keras penolak-an keluar dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Soalnya, Effendi Simbolon, Ketua PDIP, bilang, kenaikan harga BBM biasanya akan diikuti program kompensasi bagi rakyat miskin seperti bantuan langsung tunai.

Meski ada yang menolak, dukungan cukup banyak. Sekarang keputusan ada di tangan SBY, berani atau tidak menaikkan harga BBM subsidi.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 29  - XVII, 2013 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×