Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Untuk menumbuhkan ekonomi Indonesia, dibutuhkan pembangunan infrastruktur di tanah air. Terkait hal ini, pemerintah telah melakukan serangkaian kebijakan untuk mempercepat penyediaan infrastrukur di Indonesia. Sebut saja mulai dari mengeluarkan mekanisme pembiayaan investasi non anggaran pemerintah (PINA), hingga membentuk skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau public private partnership.
Permasalahan utamanya adalah pengembangan infrastruktur membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Sebagai gambaran saja, total kebutuhan pembiayaan infrastruktur dari tahun 2015 hingga tahun 2019 mencapai Rp 4.796,2 triliun.
Dari jumlah tersebut, rencana sumber pembiayaan sebesar 41,3% berasal dari APBN dan APBD atau senilai Rp 1.978,6 triliun, kemudian dari BUMN sebanyak 22,2% atau senilai Rp 1.066,2 triliun. Nah, sisanya mengharapkan dari swasta dengan porsi 36,5% atau senilai Rp 1.751,5 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, pemerintah belum bisa optimal dalam menggeber infrastruktur sesuai dengan RPJMN hingga tahun 2019. Pasalnya, pemerintah pusat maupun daerah tidak akan sanggup membiayai kebutuhan infrastruktur yang ada melalui APBN maupun APBD. Makanya, pemerintah mengharapkan swasta bisa membantu dengan menanamkan investasinya di sektor infrastruktur.
"Sehingga kita masih butuhkan dana yang berasal dari swasta sebesar Rp 1.700 triliun lebih atau 36% dari seluruh pendanaan kebutuhan infrastruktur tahun 2015 hingga tahun 2019," kata Sri Mulyani, Rabu (22/3).
Ia juga mengakui, pemerintah belum memaksimalkan upaya menarik swasta untuk berinvestasi di investasi infrastruktur. Oleh sebab itu, pemerintah akan memperbaiki perencanaan pembiayaan, sehingga investasi infrastruktur bisa menarik pihak swasta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
