kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hikmahanto: Ada PP 109 tidak perlu ratifikasi FCTC


Senin, 13 Juni 2016 / 22:18 WIB
Hikmahanto: Ada PP 109 tidak perlu ratifikasi FCTC


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Ratifikasi kerangka kerja pengendalian tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang dirancang oleh World Health Organization (WHO) dinilai sejumlah pihak bukan sesuatu yang penting, pasalnya untuk mengatur pengendalian tembakau di Indonesia sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 yang lebih ketat.

“Jika diperhatikan beberapa ketentuan di dalam PP 109 sebenarnya lebih ketat dibandingkan dengan apa yang diatur dalam FCTC. Untuk itu, Pemerintah sebaiknya fokus dalam menerapkan dan menegakkan PP 109. Tidak serta merta peraturan internasional lebih efektif dalam mengatur pengendalian tembakau,” ujar Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia dalam keterangannya, Senin (13/6).

Menurutnya pemerintah juga tidak perlu khawatir bila memutuskan untuk tidak meratifikasi FCTC, sebab bila itu terjadi negara ini bukanlah satu-satunya negara yang menolak kerangka aturan tersebut, tapi kita hanya mengikuti langkah dari negara-negara besar lain seperti Amerika Serikat, Swiss, Kuba, dan Argentina.

Kehadiran FCTC juga dinilai dapat menyebabkan timbulnya kartel-kartel pertembakauan, karena sebenarnya kerangka acuan ini tidak ditujukan untuk mengurangi jumlah perokok di suatu negara. FCTC sebagaimana diungkap dalam mukadimahnya bertujuan untuk (mengendalikan) produksi tembakau, yang dimulai dari hulu atau pertanian tembakau sampai dengan produk jadi atau rokoknya.

“Pengendalian produksi tembakau cenderung memunculkan kartel. Ini mengingat kuota tembakau yang dapat dihasilkan di suatu negara akan diatur. Bila di suatu negara jumlah perokok tidak sebanding dengan produksi tembakau yang dihasilkan ini akan berakibat pada negara tersebut mengimpor daun tembakau atau rokok yang telah jadi. Bagi Indonesia ini merepotkan bila jumlah perokok tidak mampu ditekan namun produksi daun tembakau berdasarkan FCTC telah dikurangi secara signifikan,” papar Hikmahanto.




TERBARU

[X]
×