Reporter: Martina Prianti | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Untuk memastikan pasokan energi dalam negeri, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan wilayah pencadangan nasional. Penetapan dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari DPR.
Ketentuan tersebut termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. Beleid yang ditandatangani Presiden ini terbit dan berlaku sejak 1 Februari 2010 lalu.
Wilayah pencadangan nasional mesti memenuhi sejumlah kriteria. Antara lain, berada pada wilayah atau pulau yang berbatasan dengan negara lain. Kemudian, merupakan wilayah yang dilindungi serta berada di pulau kecil dengan luas maksimal 2.000 kilometer persegi.
Tapi, pemerintah bisa memakai sebagian luas wilayah pencadangan nasional, setelah berubah statusnya menjadi wilayah usaha pertambangan khusus, dengan restu DPR. Syaratnya, hasil produksinya adalah untuk memenuhi bahan baku industri dan energi dalam negeri. Lalu, wilayah tersebut menjadi sumber devisa negara dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.
Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Berry Nahdian Forqan menilai, PP Nomor 22/2010 sama sekali tidak mengakomodasi partisipasi masyarakat. "Undang-undangnya sendiri memang tidak mengakomodasi, jadi penetapan wilayah pertambangan hanya dilakukan pejabat pemerintah saja," katanya kepada KONTAN, Ahad (21/2).
Karena itu, Berry mengatakan, PP Wilayah Pertambangan sarat akan rawan konflik, baik dengan masyarakat khususnya masyarakat adat dan antarsektor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News