Reporter: Adi Wikanto, Asep Munazat Zatnika, Jane Aprilyani, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Alarm itu menyalak kencang! Adalah Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) Janet Yellen yang kembali membunyikannya.
Kemarin (24/9), Yellen kembali minta agar investor waspada. Sebab, The Fed akan mengumumkan kenaikan suku bunga lebih cepat dari perkiraan, jika ekonomi AS terus meningkat, lebih baik daripada perkiraan. Bahkan, ada kemungkinan, kenaikan bunga tak dilakukan di kuartal pertama 2015, tapi di akhir 2014.
Ini jelas harus menjadi lampu kuning bagi pemerintah baru 2014-2019 Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Sebab, ada ancaman terjadi pembalikan dana-dana asing (hot money) dari pasar keuangan Indonesia. Apalagi, dana-dana asing menguasai pasar portofolio Indonesia, baik di pasar saham maupun surat utang negara atau SUN.
Hingga 22 September, dana asing di pasar SUN semisal sudah mencapai Rp 443,72 triliun atau 37,02% dari total dana yang ada di SUN. Meski sepanjang Agustus sampai September, dana asing keluar, namun bila dihitung sejak awal tahun tahun, net buy asing masih tinggi yakni Rp 52,59 triliun.
Bila dana-dana panas ini serentak keluar (sudden reserval) bisa membuat perekonomian kolaps. Apalagi, kondisi ini juga bersamaan dengan tren pelemahan rupiah serta harga komoditas andalan ekspor Indonesia yang turun hingga beban utang luar negeri pemerintah yang kini mencapai 40% dari total uang pemerintah.
"Kondisi ini harus mendapat perhatian khusus pemerintah baru," tandas Menteri Keuangan Chatib Basri, Rabu (23/9). Apalagi, hingga saat ini, Indonesia belum memiliki jaring pengaman sistem keuangan atau JPSK. Padahal, UU ini bisa jadi payung hukum untuk menghindari krisis.
Chatib menyarankan agar pemerintah baru bersiaga menghadapi ancaman pembalikan hot money. Sejumlah bantalan harus disiapkan.
Pertama, pemerintah harus memperbaiki fundamental ekonomi dengan memperbaiki defisit neraca dagang dan transaksi berjalan.
Kedua, lewat bond stabilization framework, pemerintah bisa membeli kembali (buy back) SUN yang ditinggalkan asing dengan menggunakan dana anggaran, meminta BUMN ikut membeli SUN hingga bisa memanfaatkan dana umat yakni Dana Haji dan Dana Jaminan Sosial untuk masuk ke SUN.
Hitungan dia, dana haji yang bisa masuk SUN bisa US$ 15 miliar. Adapun, dana jaminan sosial US$ 30 miliar hingga 2020. Dengan kurs rupiah saat ini, dana itu senilai lebih dari Rp 500 triliun.
Namun, Kepala Ekonom Bank Mandiri Destri Damayanti yakin hot money tak akan langsung keluar karena imbal hasil investasi di Indonesia masih tinggi. Apalagi, "Jika pemerintah baru mampu menjaga stabilitas makro, " tandas Destri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News