Reporter: Fahriyadi | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari unsur buruh, Dedi Hartono mengecam pertemuan dewan pengupahan yang berlangsung pada 3-5 September 2013 di Hotel Mercure, Jakarta Utara.
Menurut Dedi, pertemuan tersebut dinilai ilegal karena tidak semua anggota dewan pengupahan se-Indonesia hadir dalam pertemuan tersebut.
Ia juga bilang, anggota dewan pengupahan tidak pernah mendapat informasi terkait agenda dewan pengupahan ini.
"Kami menduga agenda rapat ini untuk mengintervensi dewan pengupahan untuk membatasi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) hanya berdasarkan inflasi plus, dan bagian dari kebijakan politik upah murah yang didukung oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat dan untuk memuluskan Instruksi Presiden (Inpres) terkait upah," ujar Dedi dalam siaran pers yang diterima Kontan, Selasa (3/9).
Untuk itu, Dedi pun menyatakan, akan melawan agenda tersebut karena akan merekomendasikan kebijakan yang bakal mengebiri kewenangan dewan pengupahan nantinya.
Ia menyatakan, pertemuan ini sesungguhnya pertemuan untuk merumuskan formula untuk nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan UMP agar kenaikan upah minimum buruh 2014 tidak lebih dari 20%.
Padahal, lanjut Dedi, pertemuan Forum Buruh Jakarta, KSPI dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T. Purnama pada hari Selasa, 3 September 2013 sudah mendapatkan rumusan yang benar untuk kenaikan upah 2014.
Rumusan itu yaitu komitmen untuk mengubah dan memperbaiki kualitas komponen rumah, transportasi, listrik dan air bersih, sehingga jangan sampai pertemuan dewan pengupahan ini mendiskreditkan rumusan yang sudah dihasilkan ini.
Hal yang sama juga disampaikan Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari SPSI LEM Achmad Jajuli. Dia menyatakan, pemerintah telah mengebiri para gubernur atau bupati dengan diadakannya pertemuan dewan pengupahan hari ini.
Menurutnya, dari seluruh anggota yang hadir, hanya ada empat orang dewan pengupahan DKI Jakarta dari unsur buruh yang diundang dari total 32 anggota dewan pengupahan DKI Jakarta.
"Kami pantas khawatir bahwa keempat orang ini justru diarahkan agar menyepakati diterbitkannya Inpers. Sebab, keempat orang ini tidak memberikan komitmen terhadap buruh untuk menolak Inpres," uujarnya.
Sementara itu, Direktur Pengupahan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Wahyu Widodo membantah pertemuan tersebut adalah pertemuan untuk merumuskan Inpers. Dia mengklaim bahwa pertemuan tersebut adalah pertemuan rutin yang menjadi agenda Kementerian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News