Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Utang pemerintah sampai dengan Januari 2017 adalah sebesar Rp 3.589,12 triliun. Dibandingkan dengan bulan sebelumnya, utang pemerintah pusat sampai dengan Februari 2017 ini meningkat sebesar 1,13% atau secara neto meningkat Rp 39,95 triliun
Kenaikan itu berasal dari kenaikan SBN neto Rp 33,09 triliun dan bertambahnya pinjaman Rp 6,86 triliun.
Penambahan utang neto pada 2017 sampai Februari mencapai Rp 122,16 triliun yang berasal dari kenaikan SBN sebesar Rp 114,97 triliun dan bertambahnya pinjaman sebesar Rp 7,19 triliun.
Ekonom INDEF Abra Talattov berpendapat, penambahan utang neto sepanjang Januari-Februari 2017 Rp 122,16 triliun, terutama dari SBN Rp 114,97 terlihat masih dalam batas wajar karena kebutuhan pemerintah untuk menutup biaya operasional pemerintah atau belanja rutin. Apalagi dengan penerimaan pajak yang masih minim.
Selain untuk belanja operasional, Abra mengatakan pemerintah juga memiliki kewajiban utang dalam bulan Februari 2017 Rp 32,19 triliun (pokok utang yang jatuh tempo Rp 22,45 triliun dan bunga utang Rp 9,74 triliun).
Menurut Abra, meskipun utang pemerintah masih dalam batas aman tercermin dari rasio utang terhadap PDB, pemerintah tetap harus hati-hati. Risiko pelemahan rupiah terutama akibat potensi kenaikan suku bunga The Fed hingga tiga kali atau lebih juga harus diantisipasi.
"Jika rupiah terdepresiasi terlalu dalam, implikasinya beban hutang pemerintah juga akan meningkat, apalagi porsi utang berdenominasi dollar cukup besar, bahkan rasio utang dengan mata uang asing terhadap total utang mencapai 42%," jelasnya kepada KONTAN, Senin.
Ia melanjutkan, dalam menghadapi risiko volatilitas nilai tukar rupiah dan jatuh tempo utang yang menumpuk di tahun ini dan 2018, pemerintah harus mendorong transaksi lindung nilai (hedging) terhadap utang pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News