kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tiga faktor penurunan rasio utang pemerintah


Senin, 24 Juli 2017 / 19:28 WIB
Tiga faktor penurunan rasio utang pemerintah


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Markus Sumartomjon

JAKARTA. Utang pemerintah pusat hingga Juni 2017 tercatat Rp 3.706,52 triliun. Jumlah itu naik Rp 34,19 triliun dari posisi akhir Mei 2017 yang sebesar Rp 3.672,33 triliun.

Dengan menggunakan asumsi Produk Domestik Bruto (PDB) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar Rp 13.717 triliun, maka rasio utang pemerintah pusat terhadap PDB hingga akhir Juni 2017 telah mencapai 27,02% dari PDB. Jumlah itu sedikit di bawah proyeksi rasio utang pemerintah pusat terhadap PDB hingga akhir tahun 2017 yang sebesar 28,1% dari PDB.

Meski demikian, rasio utang hingga akhir bulan lalu itu belum mempertimbangkan pelebaran defisit anggaran yang diusulkan pemerintah dalam Rancangan APBN Perubahan (RAPBN-P) 2017 sebesar 2,92% terhadap PDB atau dengan outlook 2,67% dari PDB. Sementara dalam APBN 2017, pemerintah mematok defisit anggaran sebesar 2,41% dari PDB.

Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi menilai, rasio utang pemerintah terhadap DPB hingga akhir tahun masih bisa ditekan. Pertama, melalui pembayaran utang untuk mengurangi outstanding utang. Kedua, dengan menaikkan nominal PDB. Ketiga, dengan memakai kedua opsi tersebut.

"Rasio masih bisa dikatakan aman. Tetapi bukan berarti ke depan akan selalu aman karena yang diukur kemampuan membayar utang dengan kemampuan produksi nasional. Kalau (ekonomi) kita sakit, belum tentu aman," kata Eric kepada KONTAN, Senin (24/7).

Lebih lanjut, Eric menyoroti porsi utang pemerintah terbesar dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan komposisi kepemilikan asingnya yang hampir mencapai 40% dari total SBN.

Menurut Eric, meski kepemilikan SBN oleh asing itu dari bank sentral dan negara lain, tetap terdapat investor yang rentan keluar dari pasar keuangan dalam negeri. "Dan itu akan menimbulkan tekanan," timpal dia.

Eric berpesan agar pemerintah tetap mempertimbangkan keseimbangan utang. Apalagi, mendakati Pemilu 2019 mendatang, pemerintah cenderung mengakselerasi pengeluaran yang pada akhirnya membebani defisit anggaran.

Adapun keseimbangan tersebut, yaitu dengan tidak terlalu mempercepat akselerasi utang dan dengan memastikan penarikan utang untuk kegiatan produktif. "Sebab, selama tiga tahun terkahir harga komoditas tertekan. Bukan berarti ekonomi jelek, hanya saja ekonomi melambat. Ya artinya pemerintah boleh utang tapi tetap dijaga," kata Eric.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×