Reporter: Patricius Dewo | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah ekonom memperkirakan, rupiah masih dalam tren melemah sampai akhir tahun terhadap dollar AS. Bukan hanya itu, volatilitas terhadap mata uang Garuda pun akan tetap tinggi, sementara daya topang ekonomi terhadap rupiah melemah.
Sentimen negatif untuk rupiah disebut masih didominasi dari faktor eksternal. Rencana bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve menaikkan bunga, yang diperkirakan pasar masih dua kali lagi di sisa tahun ini, menjadi salah satu penyebabnya. Selain itu, eskalasi perang dagang global akan menjauhkan investor dari aset berisiko.
Bhima Yudhistira, Ekonom INDEF mengatakan, tekanan yang lebih besar akan datang pada semester II ini.
"Kenaikan Fed rate akan melanjutkan capital reversal dari negara berkembang ke negara maju. Hal ini ditambah dengan ketidakpastian perang dagang AS China yang belum menemui konsesus baru," kata Bhima pada Kontan, Selasa (31/7).
Perang dagang juga akan menghambat kinerja ekspor Indonesia sehingga permintaan dollar AS tidak sebanding dengan rupiah.
"Jadwal pembayaran utang swasta maupun pemerintah juga perlu dicermati karena berhubungan dengan likuiditas valas di dalam negeri," ujar Bhima.
Dia memperkirakan, rupiah masih akan melemah, dengan level rupiah akhir Agustus pada level Rp 14.470 - Rp 14.500, dan pada akhir tahun 2018 akan berada di level Rp 14.600- Rp 14.700 per dollar AS.
Eric Sugandi, Project Consultant Asian Development Bank juga senada. Dia juga menggarisbawahi potensi daya topang fundamental perekonomian terhadap rupiah melemah karena defisit transaksi berjalan (CAD) akan membesar dan neraca pembayaran tahun ini mungkin akan defisit," ujar Eric.
"Meski demikian, saya pikir BI akan terus intervensi pasar valas untuk perkecil volatilitas rupiah," katanya.
Eric memperkirakan, pada akhir tahun ini, rupiah akan berada pada level Rp 14.400 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News