Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) yakin masih memiliki kekuatan untuk menstabilkan rupiah.
Keyakinan ini didasarkan pada posisi cadangan devisa sampai akhir 2016 yang diperkirakan masih di atas US$ 100 miliar.
Walau begitu, otoritas moneter ini akan terus mencermati pergerakan rupiah, terutama ketika harga komoditas turun tajam.
Gubernur BI Agus D.W Martowardojo bilang, secara umum nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan lebih stabil di tahun ini.
Rupiah dinilai lebih stabil sebagai imbas dari pernyataan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang berencana menaikkan suku bunga pada tahun ini.
Pernyataan itu, menurut Agus, justru memberikan kepastian. Tantangan justru datang dari menukiknya harga minyak mentah dan efeknya ke komoditas lain.
Kondisi itu dikhawatirkan membuat kurs dollar AS menanjak.
"Kami akan waspada kemungkinan adanya periode super dollar AS, yaitu dollar cenderung menguat," ujar Agus, Senin (4/12).
Apalagi sampai saat ini Indonesia masih menggantungkan ekspor dari komoditas.
Berdasarkan kurs tengah BI, pada Senin (4/1) rupiah cenderung melemah 0,7% ke level Rp 13.898 per dollar AS.
Pada akhir tahun 2015 lalu, kurs rupiah dibandingkan dollar AS masih berada pada posisi Rp 13.795.
Rupiah di Rp 14.300
Dengan nilai cadangan devisa yang masih di atas US$ 100 miliar hingga akhir 2015 lalu, Agus mengaku, BI masih memiliki cukup amunisi untuk membuat rupiah stabil.
"Masih aman," katanya. Sayangnya, Agus enggan merinci komposisi cadangan devisa sampai akhir 2015.
Data BI menunjukkan, sampai kuartal III-2015, porsi emas moneter sekitar 2,79% dari total cadangan devisa atau setara US$ 2,84 miliar.
Lalu dalam special drawing rights (SDR) sekitar 2,43% atau sekitar US$ 2,47 miliar.
Kemudian porsi posisi cadangan devisa di Dana Moneter Internasional (IMF) atau reserves position in the Fund sekitar 0,2% atau US$ 204 juta.
Lalu cadangan devisa lain 94,57% atau US$ 96,2 miliar.
Ekonom Senior Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, volatilitas rupiah masih akan terjadi pada tahun ini, walaupun terbatas.
Dia melihat, tantangan global yang menghadang akan datang dari segala penjuru.
Selain perbaikan ekonomi AS dan India, memburuknya ekonomi di China dan Eropa juga bisa berefek ke dalam negeri.
Jika Negeri Paman Sam dan India melakukan pengetatan likuiditas, China dan Eropa melakukan hal sebaliknya.
Terus merosotnya harga minyak dunia dan harga komoditas juga akan menyebabkan ekspor berbasis sumber daya alam melemah.
Sementara impor bahan baku seperti kapas dan farmasi diperkirakan akan meningkat.
Kondisi itulah yang membuat terjadinya ketimpangan antara realisasi ekspor dan impor.
Oleh karena itu Andry memprediksi, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada tahun ini akan ada di kisaran Rp 14.300 per dollar AS.
Senada dikatakan oleh Kepala Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih.
Dengan tekanan yang ada, Lana memprediksikan rupiah akan ada di posisi Rp 13.842 per dollar AS.
Sementara itu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) 2016, asumsi kurs rupiah sebesar Rp 13.900 per dollar AS, dengan pertumbuhan ekonomi di level 5,3% dan inflasi 4,7%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News