Reporter: Asep Munazat Zatnika, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pemerintah berniat konsisten menerbitkan obligasi valuta asing (valas) untuk pasar domestik tiap tahun. Mulai tahun ini Kementerian Keuangan (Kemkeu) melelang surat utang negara (SUN) valas senilai US$ 500 juta dan tahun depan naik menjadi US$ 1 miliar.
Instrumen untuk menggali utang baru ini akan keluar pertama kali pada bulan Oktober 2013. Rencananya obligasi valas domestik ataw onshore valas tersebut memiliki tenor jangka menengah antara lima hingga 10 tahun. "Kalau sukses sekarang, ada potensi dapat US$ 1 miliar tahun depan," jelas Pejabat sementara (Pjs) Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kemkeu Robert Pakpahan, akhir pekan lalu.
Robert memastikan, pemerintah akan menggunakan instrumen utang ini dengan hati-hati. Selain baru pertama kali diluncurkan, ada kekhawatiran akan banyak masyarakat yang menggunakan rupiahnya untuk membeli dollar Amerika Serikat (AS) guna mendapatkan SUN valas sehingga bisa memperlemah nilai tukar rupiah. "Kami hanya cari orang yang memang sudah punya dollar," katanya.
Sebenarnya, dalam hal sumber utang, pemerintah belum kekurangan. Lihat saja, hingga Agustus 2013, jumlah komitmen fee atas utang pemerintah yang sudah terealisasi mencapai Rp 158 miliar. Komitmen fee adalah dana yang harus dibayarkan pemerintah atas utang yang belum ditarik.
Biasanya, besaran komitmen fee 0,2% dari pinjaman. Artinya, tersedia pinjaman sekitar Rp 79 triliun yang belum ditarik pemerintah. Sementara, hingga saat ini total utang pemerintah Rp 2.177 triliun, sebanyak Rp 640 triliun berbentuk pinjaman (non surat utang).
Meskipun besar, tapi pemerintah perlu mencari sumber pinjaman lain, terutama yang berbentuk valas dari pasar domestik. Ini untuk menyerap valas menganggur yang selama ini tersimpan di dompet perusahaan di Indonesia. SUN valas di pasar domestik juga untuk memperkuat likuiditas valas di tingkat pemerintah.
Robert menambahkan, meski harus menanggung komitmen fee yang lumayan besar, hal itu tidak merugikan pemerintah. Soalnya, besaran komitmen fee biasanya lebih kecil dibandingkan dengan bunga pinjaman dan administrasi fee yang harus ditanggung pemerintah saat mengajukan pinjaman baru.
Ekonom Universitas Ma Chung Doddy Arifianto, menyatakan, terkadang pemerintah perlu membayar komitmen fee. Hal itu juga bagian dari strategi pemerintah untuk mengikat kreditur agar mau berinvestasi di proyek atau program pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News