Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) sudah menaikkan suku bunga acuan pada sebesar 25 basis poin (bps) pada Agustus 2022, setelah 18 bulan suku bunga acuan bergerak di level terendahnya, yaitu 3,5%.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut, peningkatan suku bunga acuan ini merupakan langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan inflasi.
Sementara pada bulan September 2022 ini, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite, solar bersubsidi, dan pertamax. Diyakini, inflasi akan kembali meningkat pada bulan September 2022.
Nah, di tengah potensi peningkatan inflasi ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyerahkan sepenuhnya keputusan arah suku bunga acuan bulan ini kepada otoritas moneter.
Baca Juga: Pertebal Bansos Agar Daya Beli Tidak Keropos
“Ini adalah keputusan bank sentral. Biarlah otoitas moneter memutuskan arah kebijakan moneter pada bulan ini secara independen. Terserah Pak Perry,” tegas Sri Mulyani dalam acara bertajuk Recovery and Resilience: Spotlight on Asean Business, Senin (12/9) secara daring.
Sri Mulyani mengatakan, yang mungkin memengaruhi arah kebijakan suku bunga pada bulan ini memang tingkat inflasi. Dirinya meyakini, BI akan menimbang kondisi anatomi inflasi untuk meningkatkan suku bunga.
Dalam hal ini, bila inflasi kemudian meningkat, belum tentu BI akan merespon dengan peningkatan suku bunga acuan. BI akan tetap melihat kondisi inflasi secara fundamental, atau inflasi inti.
“Jadi, BI akan melihat dengan detil apa yang menyebabkan inflasi tersebut, apakah inflasi dari sisi permintaan (demand side)? Apakah inflasi ini akan memengaruhi ekspektasi inflasi dari sisi permanen? Ini yang pasti akan dilihat oleh BI,” tambahnya.
Bila BI kemudian mengeluarkan kebijakan suku bunga untuk menjangkar inflasi, pemerintah juga meyakinkan akan berusaha menahan inflasi dari sisi suplai. Intinya, jangan sampai inflasi ini bergerak tinggi dan segala kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas malah menghambat progres pemulihan ekonomi yang terjadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News