Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memperbarui aturan terkait pemberian fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) bagi industri kecil dan menengah (IKM).
Perubahan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 110 Tahun 2019 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor.
Beleid tersebut merupakan perubahan dari beleid sebelumnya yaitu PMK Nomor 177 Tahun 2016.
Bagi pengusaha UMKM maupun industri menengah yang ingin mengajukan fasilitas KITE ini, sebaiknya tengok pasal 4 dalam PMK 110/2019 tersebut. Ada beberapa ketentuan yang mesti terpenuhi sebelum suatu badan usaha dianggap layak memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak impor ini.
Pertama, badan usaha harus berskala industri kecil atau industri menengah, yang melakukan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan bahan baku untuk tujuan ekspor.
Badan usaha harus telah melakukan kegiatan tersebut minimal selama 2 tahun atau telah memiliki kontrak penjualan ekspor untuk kegiatan tersebut kurang dari 2 tahun.
Selanjutnya, pemerintah menambahkan syarat, badan usaha mesti telah memenuhi realisasi ekspor minimal 25% dari hasil penjualan tahunan selama kurun 2 tahun terakhir.
Perlu dicatat, badan usaha harus yang berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik secara langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil, menengah, atau usaha besar.
Badan usaha juga mesti memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi yang berlaku selama paling singkat 2 tahun untuk berproduksi dan menyimpan barang, bahan, mesin, serta hasil produksi.
Badan usaha bersedia dan mampu mendayagunakan sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang yang diberikan fasilitas KITE IKM maupun fasilitas pembebasan mesin dan/atau barang contoh.
Untuk mendapatkan fasilitas KITE IKM ini, badan usaha juga harus mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha.
Caranya, dengan mengisi daftar isian yang mencakup Nomor Induk Berusaha (NIB), etnis, nomor, dan tanggal izin usaha maupun bukti kepemilikan lokasi, nomor dan tanggal kontrak penjualan ekspor, serta data lainnya yang tertuang dalam ayat 2 pasal 4 PMK tersebut.
Dalam salah satu dokumen pelengkap daftar isian pengajuan KITE, pemerintah juga menambah syarat mencantumkan data indikator kinerja utama (key performance indicator) yang ditargetkan oleh badan usaha. Ini untuk mengukur manfaat ekonomi yang ditimbulkan dari pemanfaatan fasilitas KITE IKM, seperti peningkatan pajpk penghasilan badan, peningkatan investasi, dan peningkatan tenaga kerja.
Nantinya, permohonan dapat disampaikan secara elektronik melalui sistem Indonesia National Single Window yang ada dalam kerangka Online Single Submission (OSS). Namun, badan usaha juga masih tetap bisa menyampaikan secara tertulis seperti biasa.
Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Deni Surjantoro menjelaskan, pembaruan aturan KITE IKM ini bertujuan memberi relaksasi bagi pelaku UMKM, namun di sisi lain tetap akuntabel.
“Tujuannya agar ekspor UMKM makin bertumbuh, begitu juga dengan industrinya,” kata Deny kepada Kontan.co.id, Rabu (7/8).
Perubahan proses pengajuan melalui kerangka OSS, lanjut Deny, juga diharapkan mempermudah dan mempercepat proses pemberian fasilitas. Menurutnya, layanan pengajuan secara manual biasanya memakan waktu 14 hari.
“Dengan OSS diharapkan bisa selesai hanya dalam satu hari kerja,” pungkasnya.
Adapun, PMK 110/2019 diundangkan sejak 31 Juli lalu dan akan resmi berlaku 60 hari terhitung sejak tanggal diundangkan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News