Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pemerintah dan DPR terus membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Proses pembahasan beleid ini sudah menghasilkan kesepakatan. Salah satu kesepakatan adalah bakal membuka kesempatan bagi sektor swasta untuk bisa memberikan sertifikasi produk halal.
Anggota Komisi VIII DPR RI Raihan Iskandar yang ikut dalam pembahasan RUU ini mengatakan, secara prinsip DPR dan pemerintah menyetujui peran swasta sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Aturan baru ini, ini akan menghilangkan monopoli kewenangan sertifikasi halal yang selama ini ada Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Tinggal kesepakatan terkait detil kewenangan Badan Penjamin Produk Halal (BPPH)," ujar Raihan, Selasa (17/9).
Nah BPPH ini akan berisikan beberapa LPH swasta maupun MUI. "Kewenangan mengaudit pengajuan kehalalan bisa dilakukan oleh LPH swasta ataupun MUI, namun yang berhak memberikan atau mengesahkan sertifikat masih belum ketemu, apakah hanya di MUIĀ saja atau swasta juga punya bisa," terang Raihan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Yusuf Hadi, berpendapat, semakin banyak pihak yang mengaudit produk halal akan memudahkan dunia usaha. Pengusaha bisa leluasa mengajukan sertifikasi kehalalan. Prosesnya juga bisa lebih cepat selesai dan ada kompetisi tarif. Pemerintah tinggal memastikan standar pengecekan produk halalnya saja dan memastikan kompetisi yang sehat.
Pemerintah dan DPR juga masih silang pendapat mengenai posisi BPPH. Apakah, lembaga ini di bawah Presiden atau Kementerian Agama (Kemnag). Yang pasti hal ini akan menambah rantai birokrasi sertifikasi produk halal.
Selain status BPPH, masih banyak poin-poin krusial yang belum disepakati dalam pembahasan RUU JPH ini. Misalnya, perbedaan pendapat mengenai apakah sertifikasi halal ini sifatnya sukarela atau wajib. "Semua masih dalam tahap pembahasan," terang Raihan.
Akibat masih banyak perebatan, RUU JPH bakal molor dari target, yakni pada masa sidang ke-1 tahun 2013-2014 atau Oktober 2013. Raihan menyebut pembahasan molor lantaran saat ini sebagian anggota DPR yang membahas RUU ini tengah mengawasi pelaksanaan ibadah haji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News