Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Desakan untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) semakin gencar. Terutama dari calon pemerintah pengganti, yang tak mau mendapat warisan anggaran subsidi BBM yang tinggi.
Desakan itu akhirnya semakin besar, ketika pemerintah hanya mengeluarkan pembatasan kuota BBM bersubsidi. Akibatnya, di tengah permintaan BBM bersubsidi tinggi, pembatasan hanya menciptakan antrian mengular panjang di banyak SPBU.
Staf ahli Presiden bidang perekonomian dan pembangunan Firmanzah menegaskan, opsi menaikan harga BBM bukan pilihan yang disediakan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Banyak hal yang harus disiapkan, termasuk membuat program baru," katanya, Selasa (26/8) di Jakarta.
Program yang dimaksud adalah bantuan sosial, jika inflasi meningkat karena harga BBM naik. Tidak fair, menurutnya, jika menaikan BBM tanpa dibarengi program tersebut.
Sementara itu, jika SBY mengajukan program baru ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), waktu yang tersisa tidak akan cukup. Belum lagi pembahasan juga harus dilakukan di internal pemerintah.
Namun demikian, Firmanzah menolak jika pemerintah SBY dianggap ingin memberi bom waktu bagi pemerintah baru. SBY menurutnya, ingin pemerintah baru berjalan lancar dan tidak diwarisi beban.
Bertemu Jokowi
Salah satuhal tugas pemerintah SBY adalah menjelaskan masalah subsidi BBM ke pemerintahan mendatang. Rencananya, hari Rabu, tanggal 27 Agustus SBY akan bertemu presiden terpilih Joko "Jokowi" Widodo di Bali.
Firmanzah menjelaskan, pertemuan tersebut tidak hanya membicarakan masalah BBM saja. Tetapi semua masalah yang harus diketahui pemerintahan terpilih.
Tujuannya, supaya dalam masa transisi, pemerintahan Jokowi bisa lebih siap. Adapun pertemuan SBY-Jokowi tersebut dilakukan disela-sela acara Global Forum of The United Nastions Aliance of Civilization (UNAOC).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News