Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah menguat tajam ke posisi Rp 14.382 per dollar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini, Kamis (29/11) di pasar spot. Bank Indonesia (BI) memperkirakan, penguatan rupiah masih mungkin berlanjut seiring dengan dorongan sejumlah sentimen positif.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah mengatakan, penguatan rupiah utamanya dipicu oleh pernyataan Gubernur Federal Reserves Jerome Powell yang memperlunak pandangannya (stance) terhadap kebijakan suku bunga acuan bank sentral AS tersebut.
"Pernyataan Powell tersebut semakin memperkuat keyakinan pasar bahwa tren kenaikan Fed Fund Rate (FFR) sudah mendekati akhir. Setelah kenaikan di bulan Desember nanti, pasar memperkirakan hanya ada satu kali kenaikan di tahun 2019," ujar Nanang, Kamis (29/11).
Selain itu, Nanang menilai, pasar juga masih optimistis terhadap terbukanya kesepakatan dagang antara AS dan China yang akan melalui negosiasi lagi dalam pertemuan negara-negara G20 di Argentina. Sentimen perang dagang dan prospek kenaikan suku bunga FFR merupakan dua faktor eksternal utama yang selama ini membuat rupiah kian terpuruk.
Selain itu, kurs rupiah juga terangkat seiring dengan harga minyak mentah dunia yang merosot tajam hingga menyentuh US$ 50 per barel. "Ini juga dapat mengurangi tekanan pada defisit neraca perdagangan migas Indonesia ke depan," kata Nanang.
Adapun, BI melihat penguatan tajam nilai tukar rupiah saat ini masih terbilang wajar. Pasalnya, mata uang Garuda sempat terdepresiasi dalam sepanjang tahun ini hingga sempat menyentuh Rp 15.200 di pasar spot.
"Iklim lebih kondusif bagi terciptanya stabilitas nilai tukar rupiah, tidak tertutup kemungkinan akan membuat rupiah semakin menguat," lanjutnya.
Penguatan rupiah, tambah Nanang, juga merupakan wujud kepercayaan investor global terhadap perekonomian Indonesia. Sebab, investor melihat respons kebijakan moneter dan fiskal yang konsisten dan pruden dalam menghadapi tantangan global dan domestik, termasuk dalam mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News