Reporter: Herlina KD | Editor: Edy Can
JAKARTA. Penguatan kurs rupiah bak pisau bermata dua. Satu sisi membuat beban anggaran berkurang dan harga barang impor menjadi lebih murah. Sisi lain, dikhawatirkan bisa menggerus nilai ekspor kita.
Wakil Ketua Umum Kadin bidang Perindustrian, Riset dan Teknologi Bambang Sujagad bilang, bila rupiah terus menguat sampai penghujung tahun, target ekspor tahun ini bakal sulit tercapai.
Tahun ini, pemerintah mematok target nilai ekspor sebanyak US$ 168 miliar. Target ini lebih tinggi dari pencapaian ekspor tahun 2010 sebesar US$ 157,73 miliar.
Hingga Mei lalu, total nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 80,28 miliar, naik 33,37% dibanding periode yang sama tahun 2010.
Bambang mengatakan, sektor yang paling terpukul akibat apresiasi nilai tukar ini tentu saja sektor yang seluruh bahan bakunya berasal dari dalam negeri. Tapi, bagi eksportir sektor industri pengolahan yang bahan bakunya sebagian berasal dari impor, keuntungannya tidak terlalu tergerus. "Sebab dari sisi impor mereka bisa lebih efisien karena bisa mendapatkan bahan baku dengan harga murah," ujarnya, kemarin.
Ekonom Standard Chartered Bank, Eric Alexander Sugandhi menambahkan, sektor industri dengan tingkat kompetisi tinggi di pasar ekspor yang paling kena efek penguatan rupiah. Contohnya seperti industri tekstil dan alas kaki.
Adapun ekspor yang berbasis komoditas seperti sektor pertanian dan pertambangan, Eric bilang, pengaruhnya akan sangat tergantung pada fluktuasi harganya. "Kalau tren harga komoditas terus meningkat, bisa jadi kinerja ekspornya masih positif," jelasnya. Hanya saja, jika harga komoditas ini melorot, sektor pertanian dan tambang juga bisa terpukul.
Masih akan menguat
Meski begitu, Bambang belum bisa memperkirakan seberapa besar potensi penurunan nilai ekspor tahun ini akibat penguatan rupiah. "Tergantung dari seberapa besar penguatan nilai tukar rupiah tahun ini," katanya.
Catatan saja, pada akhir tahun 2010 lalu, kurs rupiah ada di level Rp 8.996 per US$. Nah, akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah sudah ada pada level Rp 8.504 per US$. Artinya, dalam tujuh bulan pertama tahun ini, rupiah sudah menguat 5,47%.
Eric memperkirakan, sampai akhir tahun nanti nilai tukar rupiah masih berpotensi menguat hingga ke level Rp 8.300 per dollar AS. Tahun depan, bahkan bisa mencapai Rp 7.900 per dolar.
Pengamat ekonomi Ahmad Erani Yustika menambahkan, dampak penguatan nilai tukar rupiah mulai terasa pada kinerja ekspor nasional akhir-akhir ini. Idealnya, kurs rupiah berada di kisaran Rp 9.000 per US$ agar kinerja ekspor masih cemerlang.
Tapi menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan, penguatan kurs rupiah tersebut belum berdampak besar pada kinerja ekspor nasional. Sebab, ekspor Indonesia sebagian besar masih mengandalkan komoditas alam seperti perkebunan dan tambang. Terlebih harga komoditas unggulan saat ini tengah melejit.
Menurut Rusman, penguatan nilai tukar rupiah saat ini masih dalam batas wajar. Bahkan ia yakin target ekspor tahun ini bisa terlampaui dan mencapai US$ 200 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News