kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rupiah labil, haruskah Indonesia mematok kurs rupiah?


Minggu, 06 Mei 2018 / 21:21 WIB
Rupiah labil, haruskah Indonesia mematok kurs rupiah?
ILUSTRASI. Petugas menghitung uang kertas mata uang rupiah


Reporter: Indra Pangestu Wardana Setiawan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini kurs rupiah bergerak labil. Pemerintah berencana mengambil kebijakan baru agar nilai rupiah tetap stabil. Namun kebijakan tersebut sangat beresiko bagi perekonomian di Indonesia.

Ekonom CORE  (Center of Reform on Economics) Mohammad Faisal menyatakan pemerintah Indonesia bisa saja menetapkan kurs mata uang sendiri seperti layaknya China. Jika kebijakan tersebut memang akan direalisasikan, ini akan menjadi angin segar bagi para investor dan pengusaha. Pasalnya, investor dan pengusaha akan mendapatkan kepastian harga. "Tidak seperti saat ini harga pasar selalu bergerak labil," jelasnya.

Dia menguraikan, sebetulnya kebijakan kurs tetap dari pemerintah bisa menjadi salah satu cara untuk memberikan kepastian bagi para investor dan pelaku usaha. Selama ini, Indonesia masih melibatkan mata uang asing terutama saat ekspor dan impor, sehingga rupiah Indonesia mengikuti harga pasar global. 

"Ketika nilai rupiah ditetapkan oleh pemerintah, hal ini membuat adanya kepastian nilai tukar. Ini mempermudah rencana bisnis ke depan,” ungkap Faisal, Minggu (6/5).

Faisal juga menambahkan, dirinya setuju kebijakan tersebut diterapkan dengan beberapa catatan. Misalnya, Indonesia membutuhkan satu fundalmental yang kuat, terutama hal-hal yang mempengaruhi rupiah. Kemudian pemerintah terlebih dahulu memperkuat neraca transaksi defisit jasa dan barang. 

Kedua, mengontrol modal, di mana modal yang sudah masuk tidak mudah keluar. Banyaknya porsi asing tentu akan membuat kondisi pasar keuangan lebih rentan karena mudahnya modal yang keluar masuk.

Kendati demikian, Faisal tak menampik kebijakan kurs tetap sangat beresiko, karena dapat menurunkan kepercayaan investor asing. Oleh karena itu, Indonesia harus berbenah diri terlebih dahulu sebelum memutuskan kebijakan kurs tetap. 

Saat ini, China menjadi salah satu contoh negara yang menerapkan kurs tetap. Dilihat dari track recordnya, surplus neraca barang dan jasa di China sangat tinggi. Surplus perdagangan China sekitar US$ 42,77 miliar pada bulan Juni. Sebelumnya, analis memperkirakan surplus China di angka US$ 42,44 miliar. Prediksi dan realisasi surplus ini lebih tinggi ketimbang surplus perdagangan Mei yang mencapai US$ 40,81 miliar. Faktor itulah yang membuat China lebih aman jika menggunakan kebijakan kurs tetap.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×