Reporter: Ragil Nugroho | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Kegiatan usaha, termasuk perdagangan di dunia maya semakin riuh. Ada yang beroperasi sesuai aturan main yang berlaku, namun banyak pula yang menjalankan aktivitas secara ilegal.
Contoh, kegiatan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi alias peer-to-peer (P2P) lending. Banyak situs dan aplikasi teknologi finansial (tekfin) layanan ini yang tidak terdaftar atawa memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ada pula penjualan obat keras secara bebas melalui kanal daring (online), baik di situs e-commerce maupun akun media sosial. Celakanya, banyak penjual yang terang-terangan menyalahgunakan dan mempromosikan obat keras itu.
Sejatinya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah banyak memblokir situs, akun media sosial, serta aplikasi yang melakukan kegiatan usaha tidak sesuai peraturan. Terutama, tekfin dan penjual obat keras ilegal.
Misalnya, atas rekomendasi Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi), Kementerian Kominfo memblokir ratusan situs dan aplikasi tekfin ilegal.
Bagaimana sebetulnya pengawasan yang dilakukan Kementerian Kominfo? Apa saja kondisi yang bisa membuat mereka memblokir situs, akun media sosial, dan aplikasi yang melakukan kegiatan usaha tidak sesuai aturan?
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara membeberkannya kepada wartawan Tabloid KONTAN Ragil Nugroho, awal April lalu.
Berikut nukilannya:
KONTAN: Sebetulnya, bagaimana, sih, peran Kementerian Kominfo dalam mengawasi aktivitas bisnis dan perdagangan di dunia maya?
RUDIANTARA: Kalau kita bicara dunia maya, maka ada perdagangan yang ditawarkan melalui situs seperti www. Lalu, ada juga yang menggunakan media sosial, dan ada pula via aplikasi yang dikembangkan oleh developer sendiri.
Kalau yang lewat situs lebih mudah menanganinya. Begitu ada laporan ke kami, kami cek. Dan jika terbukti ilegal, maka segera kami tindak lanjuti. Misal, mereka menjual obat-obatan yang dilarang, dengan panduan daftar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), maka bisa langsung kami tutup situsnya. Intinya, kami bekerjasama dengan BPOM.
Ada juga yang menawarkan layanan jasa bukan barang, tekfin salah satunya. Mereka kan menawarkan melalui situs dan aplikasi. Kami mengawasinya bisa lebih cepat juga, dengan mengandalkan list resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
KONTAN: Bagaimana dengan usaha melalui aplikasi ataupun media sosial?
RUDIANTARA: Yang lewat aplikasi, seperti App Store dan Google Play, maka kami menjalin kerjasama aktif dengan Apple dan Google. Lalu, kalau terkait masalah kriminal, maka nanti ditindaklanjuti oleh kepolisian. Kami hanya memberikan data yang dibutuhkan.
Intinya, pengawasan di dunia maya dibagi tiga. Pertama, up stream (hulu). Ini terkait literasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang dunia digital. Kedua, mid stream. Di sini, Kominfo menindak berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ketiga, down stream (hilir). Ini penindakan di lapangan yang dilakukan oleh penegak hukum seperti kepolisian. Kami membantu dengan data.
KONTAN: Tadi Anda bilang, Kementerian Kominfo ikut mengawasi aplikasi maupun situs tekfin. Sampai sejauh mana peranannya?
RUDIANTARA: Pertama-tama, kami cek terlebih dahulu, ada di daftar OJK atau tidak. Kalau tidak ada di list, kami tidak akan menunggu laporan atau apapun, langsung kami tutup. Prinsip kami, kalau mereka tidak terdaftar, berarti ingin menipu. Jadi, kami proaktif melindungi masyarakat.
Karena, kalau mereka yang tidak terdaftar sampai lepas dan beraksi, maka sudah pasti masyarakat menjadi korban. Sejak Juni tahun lalu hingga awal April tahun ini, sudah 1.041 situs tekfin ilegal yang kami tutup. Sehingga, walau ada Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi OJK yang ikut mengurusnya, kami tetap ingin cepat penanganannya.
KONTAN: Tapi, kenapa masih banyak saja situs ataupun aplikasi tekfin ilegal?
RUDIANTARA: Ya, itu namanya kami sedang berproses, butuh waktu memang. Tapi, kami jamin ke depan tidak akan ada ampun lagi. Ini kan kepentingan kita bersama.
KONTAN: Kalau ada lembaga pemerintah yang merekomendasikan penutupan situs, akun media sosial, dan aplikasi yang tidak sesuai ketentuan, termasuk tekfin ilegal, apakah Kementerian Kominfo akan langsung memblokir?
RUDIANTARA: Tentu, kami lihat dulu, siapa pihak yang melapor. Kalau kepolisian atau Satgas Waspada Investasi OJK, ya, langsung kami tutup. Namun, kalau lembaga lain, kami verifikasi dulu kebenarannya. Melanggar hukum apa dan lain-lain. Intinya, ada proses.
KONTAN: Kan, Kementerian Kominfo juga menerima laporan atau aduan dari masyarakat. Bagaimana perlakuan atas aduan tersebut?
RUDIANTARA: Ya, tentu akan kami verifikasi dulu kebenarannya. Melanggar hukum apa dan lain-lain. Bahkan, kami ada sistem pengaduan seperti e-ticketing. Jadi, setiap pelapor bisa mengetahui, laporan mereka prosesnya sudah sampai di mana. Kami menjaga keterbukaan dan profesionalisme.
KONTAN: Memang apa saja, sih, kriteria atau kondisi suatu situs, akun media sosial, atau aplikasi bisa Kementerian Kominfo blokir?
RUDIANTARA: Tentu, kalau mereka melanggar hukum, baik pidana atau UU ITE. Kalau di media sosial, maka kami akan meminta pemilik platform untuk menonaktifkan akun si pelaku. Sebut saja, menyebarkan paham radikal, hoax, dan pelanggaran lainnya.
KONTAN: Balik ke pedagang obat keras dan palsu secara online. Kalau terbukti menjual obat keras tidak sesuai ketentuan, selain pemblokiran, apa lagi hukumannya?
RUDIANTARA: Pembuat regulasi dan pengawasnya kan BPOM. Itu wewenang mereka. Bayangkan, kalau semua aktivitas di dunia maya kami yang menangani, kan, repot. Tapi tetap, kita tidak boleh membedakan antara dunia maya dan dunia sebenarnya. Kalau di dunia sebenarnya, ada hukumannya dan penindaknya, maka di dunia maya juga dihukum dan ditindak oleh pihak yang sama. Dunia maya kan cuma proses perdagangannya saja.
Regulasi penindakan seperti itu umumnya ada di sektor. Namun, ada beberapa hal yang kami ambil alih karena urgen. Kasus tekfin ilegal salah satunya. Masyarakat kan juga senang dengan penutupan situs-situs tekfin ilegal itu.
KONTAN: Ada penjual obat keras yang menggunakan marketplace sebagai saluran penjualan. Kalau ternyata mereka melanggar aturan, apa tindakan Kementerian Kominfo terhadap marketplace itu?
RUDIANTARA: Tidak hanya obat-obatan, untuk pelanggaran hak cipta seperti menjual buku fotokopian juga pernah kami alami. Jadi, pernah ada penulis buku yang memprotes bukunya dijual di marketplace dalam bentuk fotokopi. Lalu, kami panggil lah pengelola marketplace-nya untuk memberikan penjelasan dan teguran, bahwa itu melanggar hukum.
KONTAN: Untuk ojek dan taksi online bagaimana?
RUDIANTARA: Kalau sebagai penyelenggara sistem elektroniknya, ya, ranah Kominfo. Tetapi, model bisnis dan pelaksanaannya ada di Kementerian Perhubungan (Kemhub).
KONTAN: Sejauh ini, apa tantangan paling berat yang Kementerian Kominfo hadapi dalam mengawasi situs, akun media sosial, dan aplikasi perdagangan ilegal atau yang tidak sesuai aturan?
RUDIANTARA: Sebetulnya, yang paling terasa adalah hoaks. Agustus tahun lalu, yang berhasil kami identifikasi, verifikasi, dan validasi ada 25 kasus hoaks. Kami kan juga wajib menyampaikan fakta untuk melawan hoaks. Lalu, pada Desember 2018 tumbuh menjadi 75 kasus, Januari 2019 jadi 125 kasus, Februari 353 kasus, dan Maret 453 kasus. Paling banyak, sebesar 23% hoaks terkait politik dan pemilihan presiden (pilpres). Sisanya ada isu kesehatan dan pemerintahan.
KONTAN: Dengan perkembangan dunia maya yang begitu pesat, apa yang bisa menghambat pengawasan oleh Kementerian Kominfo?
RUDIANTARA: Kalau tindak lanjut dan hukuman di dunia nyata lemah, maka upaya kami di dunia maya bisa dikatakan sia-sia. Kan, di dunia maya serba dinamis dan memang pengawasan, juga penindakannya tidak mudah. Jadi, penindakan di lapangan harus tegas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News