kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rizal Ramli usul hapus kuota impor pangan


Kamis, 21 Januari 2016 / 18:12 WIB
Rizal Ramli usul hapus kuota impor pangan


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Kementerian Koordinator Kemaritiman merekomendasikan penghapusan sistem kuota dalam kebijakan importasi komoditas pangan. Sebab, pemberlakukan sistem tersebut kurang efektif menurunkan harga pangan di dalam negeri dan justru memberi ruang tindakan persaingan usaha tidak sehat alias memonopoli harga.

Hal tersebut merupakan hasil rapat Kemko Kemaritiman bersama Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Direktorta Jenderal Bea dan Cukai, serta Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU) pada Kamis (21/1). Pemerintah akan mengkaji perubahan sistem kuota atau semi-kuota menjadi pengenaan bea impor dengan mekanisme safe guard.

Rizal Ramli, Menko Kemaritiman mengatakan, pengadaan pangan impor dengan sistem kuota selama ini belum efektif menurunkan harga jual di dalam negeri lantaran pasokan barang dari luar negeri hanya dikuasai oleh segelintir pengusaha.

"Pemain riil impor selama ini mungkin hanya enam hingga tujuh perusahaan. Anehnya lagi, justru pelaku impor itu juga produsen sehingga konsumen Indonesia tetap akan mahal membeli produk impor," ujarnya, usai menggelar rapat.

Sebagai contoh, harga daging sapi impor di pasar lokal tetap dijual Rp 120.000 per kilogram, padahal di Malaysia produk tersebut hanya dibanderol Rp 45.000. Sebab itu, Rizal akan merekomendasikan ke sektor terkait seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan untuk mengubah dengan mekanisme tarif agar lebih kompetitif.

Ia mengatakan, komoditas pangan yang mesti diberikan pengenaan bea masuk antara lain, daging sapi, kedelai, jagung, beras, serta garam. "Memang dalam perjanjian perdagangan bebas internasional ini tidak bisa terapkan, tapi pemerintah punya cara lewat safe guard dengan tujuan melindungi produsen atau petani lokal," ujarnya.

Selain safe guard, pemerintah juga harus segera mengambil tindakan untuk melindungi petani garam lokal dari banjirnya garam industri. Rizal bilang, upaya yang akan dilakukan tahun ini yakni membedakan kode harmoni sistem (HS) antara garam petani dan garam impor industri, serta program pembinaan untuk peningkatan kualitas garam rakyat dengan alokasi anggaran Rp 100 miliar di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Gardjita Budi M, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian mengatakan, pihaknya mendukung penggunaan tarif impor agar bisa menekan harga jual di tingkat konsumen. Sebab, meskipun harga jual di petani sudah di atas harga pokok produksi (HPP), tapi persoalannya di tingkat pedagang justru mengambil keuntungan besar yang akhirnya membebani masyarakat.

Menurut dia, detail pengenaan tarif nantinya akan dibahas untuk masig-masing sektor, misalnya beras dan kedelai dari Kementerian Pertanian dan komoditas garam oleh KKP. "Kami sih ingin berlaku secepatnya, tapi kan kami perlu bahas diinternal dan keputusannya nanti di Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Perekonomian," ujar Gardjita.

Srie Agustina, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan mengatakan, persiapan mekanisme safe guard memerlukan waktu yang cukup panjang yakni hingga sembilan bulan. Hal itu karena mekanisme tersebut perlu bukti potensi kerugian produsen dalam negeri sehingga perlu dilindungi dengan pengenaan tarif impor. "Tidak bisa serta merta," katanya.

Ia menambahkan, pihaknya juga belum dapat memastikan positif tidaknya mekanisme safe guard ini karena perlu pembahasan internal. Srie bilang, selama ini produsen ataupun petani lokal juga sudah diberikan insentif berupa kemudahan infrastruktur irigasi dan benih, sehingga persoalan mahalnya harga belum tentu ada ditingkat pedagang atau distributor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×