Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Niat baik pemerintah untuk meringankan beban rakyat dengan memberikan subsidi ternyata belum dikelola dengan manajemen yang baik. Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 realisasi penyaluran subsidi masih melebihi pagu anggaran.
Dalam temuan BPK itu, realisasi penyaluran subsidi pada TA 2016 Rp 163,88 triliun, sedangkan pada rincian anggaran pembayaran berdasarkan RKA (Rencana Kerja Anggaran) TA 2016 hanya sebesar Rp 135,58 triliun. Artinya realisasi penyaluran barang/jasa bersubsidi melampaui alokasi anggaran pada APBNP 2016 sebesar Rp 28,29 triliun.
Kelebihan tersebut dengan rincian realisasi penyaluran barang/jasa bersubsidi melebihi alokasi Dipa Rp 15,98 triliun dan Dipa listrik on top Pagu Rp 12,31 triliun.
Kelebihan dana tersebut berasal dari rincian subsidi antara lain, energi listrik, kredit program, pupuk, benih, PSO (public service obligation) KAI, PSO Pelni, Rastra, LKBN Antara, Air Bersih, Bantuan Kredit Perumahan, IJP KUR (imbal jasa penjaminan kredit usaha rakyat) dan bunga KUR, PPh DTP (Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah) dan Bea masuk DTP (Ditanggung Pemerintah).
Auditor Utama II BPK Bahtiar Arif mengatakan realisasi penyaluran subsidi yang melewati pagu anggaran mengindikasikan kendornya pengendalian pemerintah terhadap subsidi. Pembayaran subsidi yang dilakukan pemerintah setiap tahunnya yang tidak dibayarkan semuanya, sehingga menimbulkan utang yang akhirnya dialihkan ke tahun berikitnya. Kata Bahtiar, jika ini tidak dikendalikan, defisit APBN akan semakin besar.
"Ini yang kita masukkan ke dalam temuan, bagaimana pemerintah mengendalikan ini karena kalau tidak dikendalikan subsidinya defisit terlalu besar dan menjadi utang subsidi, ini yang kita masalahkan," kata Bahtiar, Senin (22/5).
Atas permasalahan tersebut BPK merekomendasikan untuk, agar pemerintah memperbaiki strategi manajemen risiko atas tidak berfungsinya anggaran sebagai alat kendali belanja dan/atau penyaluran subsidi. Kemudian yang kedua, memperbaiki standarisasi kontrak kerja penyelenggaraan subsidi antara kuasa pengguna anggaran (KPA) dan BUMN operator.
Yang ketiga, BPK RI merekomendasikan untuk memperbaiki standarisasi asersi manajemen yang harus dibuat oleh KPA dan BUMN operator. Yang terakhir, pemerintah segera melakukan perencanaan penyelesaian utang subsidi.
Bahtiar bilang, dalam kurun waktu 60 hari diminta untuk menindaklanjuti rekomendasi dari BPK ini.
"Rekomendasi akan kami pantau sesudah diberikan kepada pemerintah,nanti pemerintah melaksanakan atau tidak kita lihat dan akan dievaluasi pada IHPS (ihtisar hasil pemeriksaan semester),"pungkas Bahtiar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News