kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.482.000   11.000   0,75%
  • USD/IDR 15.490   -65,00   -0,42%
  • IDX 7.496   -47,74   -0,63%
  • KOMPAS100 1.161   -10,37   -0,89%
  • LQ45 930   -7,66   -0,82%
  • ISSI 225   -1,75   -0,77%
  • IDX30 479   -4,07   -0,84%
  • IDXHIDIV20 576   -4,59   -0,79%
  • IDX80 132   -1,10   -0,82%
  • IDXV30 142   -0,97   -0,68%
  • IDXQ30 160   -1,14   -0,70%

Proyek Infrastruktur Belum Berdampak Signifikan bagi Pertumbuhan Ekonomi


Selasa, 01 Oktober 2024 / 20:13 WIB
Proyek Infrastruktur Belum Berdampak Signifikan bagi Pertumbuhan Ekonomi
ILUSTRASI. Selama satu dekade, Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terbilang masif membangun proyek infrastruktur. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc.


Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selama satu dekade, Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terbilang masif membangun proyek infrastruktur dari mulai jalan tol, jembatan, pelabuhan, bandara, tol laut, hingga perumahan.  Meski demikian, efek pertumbuhan ekonomi yang dicetak dari kontribusi pembangunan proyek infrastruktur belum sesuai harapan.

Sutrisno Iwantono, Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai, pembangunan proyek infrastruktur belum optimal selama 10 tahun pemerintahan Jokowi.  "Sebab, proyek infrastruktur yang dibangun belum memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi," katanya kepada KONTAN, Selasa (1/2024). 

Padahal, Sutrisno bilang, yang diharapkan dari pembangunan infrastruktur ini adalah bisa mendorong pertumbuhan ekonomi hingga mencapai lebih dari 7% per tahun. Alasannya, agar kita bisa mengejar target Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045."Jangan sampai kita terjebak dalam middle income trap," tandas Sutrisno.

Baca Juga: Ini Penyebab Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Terjebak di Level 5%

Sekadar diketahui, dalam laporan World Development Report 2024 (WDR24) tentang Jebakan Pendapatan Menengah di kawasan ASEAN, disebutkan bahwa sejak tahun 1990-an, hanya 34 negara berpendapatan menengah yang berhasil mencapai status berpendapatan tinggi, sementara sisanya—108 negara pada akhir tahun 2023—masih terjebak dalam perangkap berpendapatan menengah. 

Dari amatan Apindo, selama Jokowi memimpin dan masif melakukan pembangunan infrastruktur, nyatanya kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi rata rata 5% per tahun. Menurut Sutrisno, pembangunan infrastruktur semestinya bisa mengembangkan ekonomi di wilayah setempat dan memberikan efek domino ke sektor lainnya. 

Tapi berkaca dari proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, anggaran yang digelontorkan belum bisa menggerakkan dampak ekonomi yang signifikan di sekitarnya. Artinya, penentuan lokasi proyek infrastrut juga sangat penting dan harus terkait dengan sektor lainnya.

Jadi, pembangunan infrastruktur jangan hanya bertumbuh pada satu sektor saja. Untuk ke depannya, lokasi yang dipilih harus tepat dalam pengembangannya. "Misalnya di Jawa, lebih ke pembangunan ifrastruktur manufaktur, Indonesia timur perikanan dan pelabuhan, sedangkan di Sumatra lebih banyak dibangun infrastruktur perkebunan," papar Sutrisno. 

Selain itu, Sutrisno menambahkan, pembangunan infrastruktur industri juga harus memikirkan bahan baku lokal. Pasalnya, selama ini kebanyakan industri yang dibangun malah mengandalkan bahan baku impor. Akibatnya, tidak memberikan peluang bagi pasokan bahan baku lokal berkembang.

Baca Juga: Alasan Pemerintah Harus Perpanjang Insentif PPh Final UMKM 0,5%

"Kami berharap dalam pembangunan infrastruktur industri mengedepankan ketersediaan bahan baku lokal. Sebab itu, perlu dibangun pabrik makanan dan minuman yang bahan baku lokalnya banyak tersedia.  

Untuk diketahui, selama 10 tahun menjabat, Presiden Jokowi tercatat telah membangun 2.432 kilometer (km) jalan tol baru. Pembangunan tol tersebut paling masif terjadi di wilayah Jawa dan Sumatra. 

Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), menyebut total panjang tol baru yang dibangun Jokowi di wilayah Jawa mencapai 1.857 kilometer. 

Kemudian, Jokowi juga rajin membangun konektivitas tol di luar Jawa, yang mana Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) memiliki portofolio terpanjang mencapai 1.138 km, Kalimantan 145 km, Sulawesi 61 km, dan Bali 10 km 

Baca Juga: Badai PHK Menghantui, Perlu Sinergi Kolaborasi Pemerintah Hingga Industri

Dari data tersebut, Jokowi rata-rata membangun sepanjang 270 km tol baru per tahun. Adapun saat ini total ruas tol yang telah beroperasi mencapai 3.212 km. Selain jalan tol, Jokowi juga telah membangun 5.999 km jalan nasional baru. 

Kemudian, Jokowi juga telah membangun 125.904 jembatan baru. Di antaranya adalah Jembatan Youtefa (Papua), Pulau Balang (Kaltim), Pak Kasih (Kalbar), Teluk Kendari (Sultra), Merah Putih (Ambon), Musi IV (Sumsel), dan Penggantian Jembatan Callender Hamilton (CH) di Banten, Jabar, Jateng, dan Jatim. Serta membangun 583 unit jembatan gantung di Sepan Kareho (Kalbar) dan Wear Fair (Maluku). 

Terakhir, Jokowi berhasil membangun 27.673 meter flyover atau underpass. Di antaranya fly over Juanda (Jatim), Kopo (Bandung), Ganefo (Jateng), underpass Jatingaleh (Jateng), dan Simpang Tugu Ngurah Rai (Bali).

Selanjutnya: Menperin Gandeng Kadin Revisi UU Perindustrian&Perumusan Road Map Indonesia Emas 2045

Menarik Dibaca: MIND ID Komitmen Hilirisasi yang Berkelanjutan, Simak Caranya!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×