Reporter: Dina Farisah, Dadan MR, Merlinda Riska |
JAKARTA. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (RPP Tembakau), rupanya sudah diteken Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti. Dalam waktu dekat, beleid yang menuai pro dan kontra tersebut akan segera disahkan.
Ali Ghufron menjelaskan, sudah ada kesepakatan antara Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Kesejahteraan Rakyat dalam perumusan RPP Tembakau. Poin-poin dalam calon beleid tersebut juga sudah jelas, terdiri dari delapan bab dan diantaranya memuat tiga hal penting.
Pertama, soal peringatan kesehatan berupa gambar dan tulisan. Kelak, setiap kemasan rokok wajib mencantumkan peringatan bahaya merokok dalam bentuk gambar dan tulisan dengan ukuran 40% dari bungkus rokok di kedua sisi (depan dan belakang).
Kedua, mengenai pengendalian iklan, promosi, dan sponsor rokok. Dijelaskan Ali, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, ternyata tidak melarang iklan rokok.
Dus, “Prinsip pengendalian iklan dalam RPP tidak bersifat larangan. Iklan rokok diperbolehkan selama tidak menampilkan wujud rokok,” terang Ali kepada KONTAN, Kamis (31/5).
Ketiga, RPP ini juga mengatur soal kawasan tanpa rokok. Yang termasuk kawasan tanpa rokok antara lain adalah sekolah, rumah sakit, serta kantor Kementerian Kesehatan. Untuk tempat lain masih dibolehkan, tapi wajib menyediakan tempat khusus merokok.
Ruang khusus rokok ini harus terhubung dengan udara luar. Jika tempat khusus merokok berada di dalam ruangan, maka harus ada selang atau alat lain sebagai penghubung dengan udara luar.
Ali meminta petani tembakau tidak khawatir atas beleid Tembakau ini. Sebab, aturan turunan dari Undang Undang Kesehatan ini tidak melarang penanaman tembakau, produksi tembakau, merokok, dan memproduksi rokok.
Tapi, Hasan Aony Aziz, Juru Bicara Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok (Gapri) tetap menolak RPP Tembakau meski ada beberapa pengecualian. Sebab masalahnya tidak sesederhana soal iklan atau tanam tembakau saja. "RPP Tembakau ini tidak komprehensif karena mengatur hulu sampai hilir dari aspek kesehatan," katanya.
Jadi masih membolehkan produksi, menanam, tembakau, dan merokok tapi dengan catatan. "Ibaratnya, boleh sekolah tapi jangan bawa buku di zaman demokrasi ini," kata Hasan menyindir.
Ia menegaskan, pihaknya bukan menolak untuk diatur pemerintah. Tapi, yang dipersoalkan aturan yang ada selama ini sudah melampau batas domainnya. "Ini yang kami tolak," tandasnya.
Surya Chandra Suropaty, anggota Komisi IX DPR mendukung beleid antirokok ini. "Aturan itu baik untuk menyadarkan masyarakat akan bahaya rokok," jelasnya seraya meminta RPP Tembakau segera disahkan secepatnya. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News