Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Celios Bhima Yudhistira memproyeksi pertumbuhan bisnis tahun depan akan sluggish alias lambat akibat situasi eksternal dan domestik yang menantang.
Kepada Kontan, Bhima menjelaskan tantangan tersebut akan berasal dari perang dagang era Trump yang berimbas luas pada berbagai sektor, baik komoditas primer hingga olahan tersier.
"Tak hanya itu, faktor geopolitik juga masih berimbas mendisrupsi rantai pasok bahan baku. Di dalam negeri tantangan cukup kompleks dari sisi fiskal banyak pungutan dan tarif baru akan mengurangi minat konsumen berbelanja. Fiskal akan jadi tantangan utama karena banyaknya program yang menarik likuiditas dari dana publik," paparnya kepada Kontan, Senin (23/12).
Baca Juga: Kalender Ekonomi Dunia Hari Ini, Cek Bisa Mempengaruhi Mata Uang Utama
Ia melanjutkan, industri manufaktur juga bersaing dengan barang impor yang harganya lebih murah. Tak hanya itu. suku bunga masih dalam stance yang tinggi dan membuat beban pinjaman industri makin berat.
Bhima juga berpendapat bahwa tren penurunan daya beli masih berlanjut setidaknya hingga kuartal II 2025. Hal ini salah satunya disebabkan oleh diskon listrik dan subsidi pangan beras hanya berlaku 2 bulan. Menurutnya, stimulus ekonomi tidak sebanding dengan efek negatif kenaikan tarif PPN 12%.
Walau demikian, Bhima menilai bahwa di tahun depan akan ada beberapa sektor industri yang masih berpeluang tumbuh, di antaranya adalah sektor industri besi baja dan jasa konstruksi untuk pemenuhan program 3 juta rumah.
Baca Juga: Forex: US Dollar Tetap Memimpin Menjelang Libur Akhir Tahun
"Lalu sektor pangan dan pertanian secara umum juga akan menjadi champion karena fokus pemerintah dan dukungan terhadap ketahanan pangan dan pemenuhan gizi dalam MBG," imbuhnya.
Menurutnya, industri logam dasar berpeluang tumbuh 14-16% YoY tahun depan sementara industri jasa konstruksi tumbuh 7,7-8,5% YoY pada tahun 2025 mendatang.
"Prospek harga komoditas CPO di pasar global diperkirakan bergerak rentang 4.000-4.250 ringgit per ton. Kecenderungannya melemah," ucapnya.
Selanjutnya: Catatkan Kinerja Positif di November 2024, Jasindo Optimistis Raihan Selama Nataru
Menarik Dibaca: Hujan Guyur Daerah Ini, Cek Prediksi Cuaca Besok (25/12) di Jawa Barat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News