Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gugatan Arsjad Rasjid kepada turunan ketiga pendiri PT Krama Yudha sebesar Rp 700 miliar di peradilan niaga Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mendapat respons dari kuasa hukum termohon.
Gugatan yang dilayangkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) tersebut dinilai tidak tepat. Pasalnya, dari tiga pihak termohon yang digugat Arsjad, dua di antaranya berstatus sebagai warga negara Singapura.
Kemudian, di antara para ahli waris yang menjadi pihak termohon ini ternyata masih belum ditetapkan sebagai ahli waris. Selain itu Akta No 78 yang dijadikan dasar persidangan PKPU saat ini sedang digugat keabsahannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca Juga: Akta 78 Sumber Sengketa Keluarga Arsjad Rasjid & Ahli Waris Krama Yudha, ini Isinya
Kuasa hukum pihak termohon Damianus Renjaan mengatakan bagaimana mungkin para ahli waris dipaksakan bertanggung jawab terhadap utang dari almarhum Eka Rasja Putra Said, sedangkan penetapan siapa yang ahli waris saja belum ada.
Menurutnya, Eka Rasja Putra Said ini adalah anak dari Sjarnoebi Said, pendiri dari bisnis Krama Yudha. Sebelum wafat pada September 2022, Eka menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors.
Ia bilang susah dibayangkan dampaknya apabila Majelis Hakim mengabulkan PKPU terhadap ahli waris dan kemudian harus bertanggung jawab terhadap utang pewaris sebesar Rp 700 miliar. Lalu di kemudian hari muncul putusan pengadilan dalam perkara lain yang menyatakan bahwa salah satu di antara para Termohon PKPU ini bukan merupakan ahli waris almarhum Eka Rasja Putra Said.
"Di sinilah terjadinya sesat logika dari majelis hakim,” kata Damianus dalam keterangannya, seperti dikonfirmasi Kontan, Senin (21/8).
Damianus berharap majelis hakim bisa menggunakan akal sehat dan hati nurani dalam menjalankan perkara ini. Apabila PKPU ini dikabulkan, menurut dia, akan dapat merusak tatanan hukum.
Baca Juga: Kemelut Ahli Waris Pendiri Krama Yudha Soal Bonus, Melibatkan Arsjad Rasjid *(UPDATE)
“Ini karena pembuat UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU menyadari bahwa PKPU terhadap ahli waris sangat tidak sederhana sehingga dalam UU tersebut tidak mengatur sarana PKPU terhadap ahli waris,” ujarnya.
Damianus menjelaskan PKPU terhadap ahli waris mengandung unsur pembuktian yang tidak sederhana karena menyangkut aspek hukum lainnya seperti hukum waris. Sebaliknya sebagai syarat PKPU dalam UU No. 37 Tahun 2004 yakni utang tersebut harus dapat dibuktikan secara sederhana.
“Perkara PKPU ini apabila dikabulkan maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena dasar utang didalilkan oleh pemohon PKPU adalah Akta No. 78 yang dibuat tahun 1998 oleh mertua dan kakek dari klien Kami,” jelasnya.
Damianus melanjutkan, turunan atau generasi ketiga yang sedang berperkara sekarang ini sesungguhnya tidak mengetahui Akta 78. Dalam Akta 78, saat awal pendirian Krama Yudha, Sjarnobi berjanji siap memberikan bonus sebesar 18% dari keuntungan bersih atau deviden milik pribadi kepada Srikandi, Nuni, Abi dan Makmunar. Srikandi, Nuni, dan Abi ini adalah saudara kandung dari Sjarnobi. Sedangkan Makmunar adalah sahabat dari Sjarnobi.
Baca Juga: Ekspansi Kendaraan Listrik, Anak Usaha Indika Energy (INDY) Raih Pinjaman US$ 45 Juta
Merujuk Akta 78, tidak ada klausul yang menyebutkan berapa besaran nilai bonusnya. Akta 78 juga menyebutkan bonus diberikan saat perseroan memiliki keuntungan dan selama Sjarnobi, masih menjadi pemegang saham mayoritas.
Sebelumnya, kisruh ini terkuat setelah Arsjad Rasjid bersama tiga orang lainnya melayangkan permohonan PKPU terhadap Rozita Binte Puteh, Ery Rizly Bin Ekarasja Putra Said dan Hesti Nurmalasari terkait kisruh pembagian bonus hasil keuntungan perusahaan senilai Rp 700 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News