kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Permintaan valas terpangkas 60%


Jumat, 29 Januari 2016 / 11:00 WIB
Permintaan valas terpangkas 60%


Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Meski menuai pro dan kontra, kebijakan wajib menggunakan rupiah untuk tiap transaksi di dalam negeri diklaim Bank Indonesia (BI) membuahkan hasil. Aturan yang tertuang dalam PBI No 17/3/PBI/2015 diklaim berhasil menekan permintaan valas.

Juda Agung, Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI mengatakan, sebelum aturan itu berlaku Juli 2015, pembelian valas di dalam negeri mencapai US$ 7 miliar per bulan. Nilainya kini turun hampir 60%.

"Pembelian valas untuk transaksi tinggal US$ 3 miliar per bulan," ujar Juda, Rabu (27/1).

Penurunan permintaan valas diyakini akan semakin besar dengan adanya pengaturan kurs untuk kegiatan transaksi logistik, seperti pelayaran, sesuai paket kebijakan ekonomi kesembilan.

Sebab, hingga saat ini, banyak kegiatan logistik dan pergudangan yang masih menggunakan tarif dalam mata uang asing.

Ekonom BCA David Sumual menilai, penurunan permintaan valas bisa terjadi karena dua faktor. Pertama imbas kewajiban menggunakan rupiah di dalam negeri. Kedua, kegiatan perdagangan ekspor impor yang merosot.

"Aktivitas ekonomi memang cenderung berkurang," katanya.

Badan Pusat Statistik mencatat, ekspor sepanjang tahun 2015 hanya US$ 150,25 miliar, turun 14,62% dibanding tahun sebelumnya (yoy). Adapun impor turun 19,89%.

Kepala Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih bilang, wajib rupiah memang bisa mengurangi permintaan valas. "Tapi apakah semua transaksi di dalam negeri sudah menggunakan rupiah? Ini yang harus diawasi," kata dia.

Selain transaksi logistik, kata Lana, pedagang elektronik yang mayoritas produknya impor, juga masih menggunakan tarif dollar AS karena tak mau mengambil risiko penurunan kurs rupiah.

Menurut Lana, aturan lindung nilai atau hedging untuk korporasi yang memiliki kewajiban valas juga menahan gejolak nilai tukar, selain wajib rupiah. Dua aturan itu memiliki fungsi mengurangi permintaan valas dan mengurangi volatilitas rupiah terhadap dollar AS.

Tak menolak aturan wajib rupiah, banyak pengusaha mengeluhkan aturan itu. Pengusaha Korea semisal. "Utamanya ini terkait pengadaan bahan baku," ujar Ade Agustian, Investment Manager Korea Trade Investment Promotion Agency ke KONTAN.

Mereka harus menghadapi risiko kurs saat harus mengonversi duit mereka saat harus berbelanja bahan baku. Kewajiban penggunaan rupiah juga mengundang protes pengusaha tambang dan pelayaran yang biasa bertransaksi dalam dollar.

"Banyak eksposur keuangan kami dalam dollar," ujar Hendra Sinadia, Deputi Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia. Indonesian National Shipowner's Associaton (INSA) bahkan menemui Gubernur BI untuk minta pengecualian.

"Tapi, kami diminta untuk menentukan waktu kapan bisa menjalankan aturan wajib rupiah," ujar Carmelita Hartoto, Ketua INSA saat berkunjung ke KONTAN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×