Reporter: Amal Ihsan Hadian | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Penyandang disabilitas mengeluhkan pelayanan dunia penerbangan. Mereka merasa diperlakukan diskriminatif dan kurang manusiawi. Padahal, penyandang disabilitas berhak sama dengan lainnya sesuai Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas yang telah diratifikasi oleh Republik Indonesia.
Untuk itu, penyandang disabilitas melalui Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) berencana mengirim surat peringatan atau somasi kepada maskapai penerbangan, penyedia jasa layanan bandar udara, pengelola bandar udara, dan pemerintah. Demikian terungkap dalam jumpa pers di kantor YLBHI, Jakarta, Rabu (13/3/2013).
Dalam jumpa pers, Cucu Saidah, penyandang disabilitas, mengatakan, mengalami perlakuan diskriminatif dalam perjalanan dari Bandara Adisucipto (Yogyakarta) ke Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta) naik pesawat yang dioperasikan maskapai Garuda Indonesia, Sabtu (9/3/2013).
Cucu mengatakan, kursi rodanya rusak karena ditempatkan di bagasi pesawat, petugas kedua bandara itu tidak sigap saat melayani penumpang disabilitas, ia lama menunggu karena kursi rodanya tidak kunjung datang.
Bahkan, Cucu terkesan dipaksa menandatangani surat pernyataan yang isi klausulnya mendiskriminasi penyandang disabilitas. Tidak ada akses atau bantuan yang memadai terhadap penyandang disabilitas ketika harus naik tangga saat boarding dan tidak ada kursi roda khusus dalam pesawat.
Cucu mengklaim perlakuan diskriminatif itu tidak satu kali ia rasakan. Ia nyaris selalu memakai maskapai Garuda Indonesia dalam perjalanan dinasnya. Cucu mengatakan, sering berdebat panjang dengan petugas maskapai karena menolak menandatangani surat pernyataan. "Saya sering mengalaminya di Soekarno-Hatta," katanya.
Cucu mengatakan, kerusakan kursi roda akibat pelayanan Garuda Indonesia juga pernah dialaminya pada Mei 2012. Kerusakan sudah pernah dilaporkan tetapi respon amat lamban sehingga Cucu mencoba melupakannya. Namun, ketika mengalaminya lagi dan lagi, Cucu akhirnya memilih untuk mengadu.
Cucu bahkan menggalang dukungan lewat jaringan internet melalui petisi yang dipublikasikannya di www.change.org/supportsaidah yang hingga Rabu malam sudah mengumpulkan hampir 300 dukungan. Cucu mengatakan, kerusakan kursi roda harus dipandang sebagai persoalan serius.
"Kursi roda adalah kaki bagi saya," katanya. Yusdiana dari Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia menambahkan, perlakuan maskapai penerbangan domestik jauh lebih buruk ketimbang pelayanan maskapai mancanegara.
Staf maskapai luar negeri terkesan lebih memahami penyandang disabilitas. Misalnya, di dalam kabin pesawat tersedia kursi roda khusus untuk membantu penyandang disabilitas menuju toilet atau memerlukan bantuan pramugari. Kursi roda dibungkus rapi, tidak dibanting sehingga tidak rusak. "Mereka seperti mengerti bahwa kursi roda adalah bagian amat penting bagi kami penyandang disabilitas," katanya.
Pendapat senada juga diutarakan oleh Ridwan Sumantri dari General Election Network for Disability Access, Ernawati dari Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Maman Sunarman dari Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat, dan Faisal Rusdi dari Association of Mouth and Foot Painting Artists. Direktur Advokasi YLBHI Bahrain mengatakan, akan melayangkan surat peringatan kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Angkasa Pura 2 (Persero), PT Gapura Angkasa, dan Kementerian Perhubungan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Pelbagai pihak ini diminta memfasilitasi pertemuan dengan perwakilan organisasi penyandang disabilitas paling lambat 10 hari sejak somasi dilayangkan. "Somasi akan dilayangkan dalam sepuluh hari ini," kata Bahrain.
Jika somasi tidak ditanggapi, YLBHI akan membawa pengaduan penyandang disabilitas ke ranah hukum. Hal ini pernah dilakukan oleh Ridwan Sumantri yang akhirnya dimenangkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Februari 2012. Maskapai, pengelola bandara, dan pemerintah (tergugat) dikatakan tidak memberi pelayanan semestinya sehingga dinilai melanggar hukum.
Tergugat diminta meminta maaf melalui media massa dan membayar denda tetapi karena banding, putusan itu belum dilaksanakan.
Garuda minta maaf
Vice President Corporate Communications Garuda Indonesia Pujobroto dalam surat elektronik menyatakan telah membaca petisi yang dipublikasikan oleh Cucu Saidah.
Maskapai memohon maaf atas pelayanan yang kurang memuaskan yang dialami oleh Cucu Saidah ketika melakukan penerbangan dengan Garuda Indonesia dari Yogyakarta ke Jakarta pada 9 Maret 2013. Namun, Garuda Indonesia tidak pernah mendiskriminasi penumpang termasuk penyandang disabilitas. Tidak ada satupun kebijakan atau aturan Garuda Indonesia yang bersifat diskriminatif terhadap penumpang.
Perihal keluhan Cucu Saidah yang diminta menandatangani surat sakit sebelum boarding oleh petugas ground handling merupakan hal yang seharusnya tidak terjadi. Ketentuan penandatanganan seharusnya diberlakukan pagi penumpang yang sakit berat dan untuk penerbangan harus mendapatkan surat izin dari dokter.
Pujobroto juga menuliskan, dalam upaya meningkatkan layanan kepada penumpang, khususnya penumpang penyandang disabilitas, Garuda Indonesia telah bekerjasama dengan asosiasi penyandang disabilitas.
Bersama dengan Saharuddin Daming (mantan Komisioner Komnas HAM), Garuda Indonesia melakukan sosialisasi hak-hak penyandang disabilitas dalam penerbangan. Sosialisasi ditujukan kepada penyandang disabilitas dan petugas Garuda Indonesia. Sosialisasi sudah dilakukan antara lain di Medan, Surabaya, dan Makassar.
Sosialisasi akan dilanjutkan ke pelbagai kota lainnya. Garuda Indonesia juga telah menyiapkan layanan tambahan di Bandara Soekarno - Hatta bagi para penyandang disabilitas berupa mobil pengangkut pengguna kursi roda dari gate ke pesawat.
Garuda Indonesia juga berjanji segera menghubungi Cucu Saidah untuk menyampaikan permohonan maaf, mengganti kerusakan kursi roda, dan mendiskusikan pelbagai hal yang menjadi perhatian Cucu Saidah.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Angkasa Pura 2 Kristanto dan Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Bambang Evan yang dikonfirmasi terpisah mengatakan, bisa memahami keinginan penyandang disabilitas mengirim somasi. Mereka berjanji mempelajari dan menindaklanjuti isi somasi. Mereka meminta maaf jika ada pelayanan yang diskiriminatif terhadap penyandang disabilitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News