kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Penjelasan Golkar terkait urgensi RUU Penjaminan


Rabu, 17 Juni 2015 / 22:42 WIB
Penjelasan Golkar terkait urgensi RUU Penjaminan


Sumber: Antara | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera merampungkan Rancangan Undang Undang (RUU) Penjaminan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta Koperasi (UMKMK).

"Selama ini belum ada UU Penjaminan bagi UMKMK. Ini harus segera untuk menjamin para pengusaha kecil dan koperasi," kata ARB dalam diskusi yang digelar Fraksi Partai Golkar (FPG) di Gedung DPR Jakarta Rabu, (17/6).

RUU Penjaminan yang dimotori Fraksi Partai Golkar hampir selesai dan rencananya akan segera mengajukan surat ke Presiden terkait RUU ini. Dengan adanya UU Penjaminan ini, ke depan UMKMK akan mempunyai payung hukum yang jelas, sehingga aksebilitas permodalan di sektor ini bisa terealisasikan.

Namun beberapa pengamat menilai RUU Penjaminan ini masih banyak kelemahan, terutama menyangkut melegalkan modal asing masuk hingga 49 persen. Hal ini dinilai sebagai kesalahan yang sangat mendasar, karena DPR hanya memahami uang sebagai satu-satunya modal UMKMK.

DPR tidak melihat aspek sosial dari UMKMK sebagai modal. Pelegalan modal asing juga menjadi ironis, karena di satu sisi RUU Penjaminan diharapkan dapat menjadi payung hukum untuk mengembangkan UMKMK, tapi di sisi lain malah membuka peluang modal asing masuk ke ranah penjaminan. Ini dianggap kontradiktif.

Ketua Panja RUU Penjaminan, Firman Subagio mengatakan, keterlibatan modal asing sudah dikurangi. Kalau sebelumnya 49 persen, kini menjadi hanya 30 persen.

Pernah ada pengalaman, menurut Firman, UU memberikan kesempatan asing menguasai 49 persen dan dalam pelaksanaan asing melakukan pembelian di bawah tangan lagi sebesar dua persen, sehingga asing menjadi mayoritas. "Ini sangat berbahaya," kata dia.

Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawas IKNB Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dumoly F Pardede memberikan beberapa catatan kritis terkait keberadaan RUU Penjaminan ini.

Pertama, Dumoly memaparkan, soal defenisi UMKMK. Hal ini sangat penting, karena hampir semua departemen dan lembaga membuat definisi sendiri soal UMKMK. Tidak ada satu definisi yang jelas soal apa dan bagaimana UMKMK ini.

Dumoly mengatakan, Kementerian Koperasi membuat defenisi sendiri, Kementerian Perdagangan juga, begitu pula dengan kementerian dan lembaga lainnya. Tidak ada satu definisi pasti soal UMKMK ini. "Karena itu, DPR perlu membuat satu defisini yang pasti soal UMKMK", ucapnya.

Kedua, soal sinkronisasi RUU Penjaminan dengan UU lain yang sudah ada. Hal ini sangat penting karena memang beberapa pihak meniai secara yuridis RUU Penjaminan mengabaikan yang ada seperti UU Bank Indonesia, UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), UU Perlindungan Konsumen, dan UU Lembaga Penjaminan Simpanan.

"Sinkronisasi sangat penting untuk menghindari tumpang tindih dengan UU dan peraturan-peraturan yang ada," kata Dumoli.

Ketiga, soal asuransi. "Ini sangat penting, karena tanpa adanya dukungan asuransi, saya tidak yakin hal ini akan berjalan baik, ucapnya.

Keempat, kapasitas lembaga penjaminan. Hal ini, kata dia, sangat penting, karena jika tidak maka akan terjadi ladang pembunuhan antar lembaga penjaminan, kata Dumoly, di Sumatera Utara (Sumut), ada tiga lembaga penjaminan yakni Jamkrindo, Jamkrida dan Asprindo. Ketiga lembaga penjaminan itu menarget pangsa pasar yang sama.

"Maka terjadilah saling rebut pasar dan akibatnya yang kuat akan menang dan yang kecil akan kalah," tuturnya.

Untuk itu, Dumoly mengingatkan pengusul RUU Penjaminan harus tegas memberikan segmentasi di mana wilayah Jamkrindo, Jamkrida, dan Aprindo. "Jika tidak yang akan terjadi setelah RUU Jaminan ini dilaksanakan adalah Jamkrindo tutup dan Jamkrida mati pelan-pelan," ucapnya.

Dumoly juga mempertanyakan skills atau kemampuan asosiasi penjaminan untuk bisa menyiapkan dana yang memadai untuk menghidari moral hazard yang setiap saat bisa terjadi.

Ketua Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo), Diding S Anwar mengatakan bahwa RUU Penjaminan cukup strategis dan mendessak, mengingat UMKM serta koperasi membutuhkan payung hukum guna menjamin keterjangkauan dan aksesibilitas pembiayaan di sektor ini.

"UU Penjaminan sangat membantu mereka yang memiliki usaha produktif layak dan prospektif tapi belum layak," kata Diding.

Menurut dia, dari jumlah yang mayoritas tersebut para pelaku UMKMK masih kesulitan permodalan. Selama ini, kendati secara feasible layak mendapatkan permodalan, para pelaku UMKMK dinilai tidak bankable.

Diding yang juga menjabat Dirut Jamkrindo mengatakan, UMKMK sulit memenuhi persyaratan kredit karena faktor jaminan dan adminitrasi lainnya. Di sisi lain pemerintah terus berkomitmen memajukan UMKMK dengan cara mendorong peningkatan kucuran kredit di sektor ini melalui perbankan.

"Di sinilah peran Asosisi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) dibutuhkan," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×