Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kalangan pengusaha menilai positif skema pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Tanpa melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau yang lebih familiar disebut dengan PINA. Namun, mereka meminta aturan yang lebih jelas sehingga proyek yang dikerjakan tersebut menguntungkan.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P. Roeslani mengatakan, bagi pengusaha yang paling penting ialah proyek-proyek yang ditawarkan visible. "Kalau visible pasti kami masuk kok," kata Rosan, Selasa (21/2).
Oleh karena itu pihaknya berharap, kajian yang dilakukan oleh pemerintah terhadap proyek-proyek yang akan ditawarkan kepada badan usaha dan perusahaan swasta itu dilakukan dengan matang sehingga tidak akan merugikan setelah dijalankan.
Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Franciscus Welirang mengatakan, skema pembiayaan PINA akan berjalan bila ada jaminan return on investment (ROI) bagi pengusaha. "Kuncinya soal trade of return jadi menurut saya ada saja invesor yang akan masuk bila perhitungan dan kepastian hukumnya jelas," kata Franky.
Balik modal skema pembiayaan PINA tergolong lama. Sekadar mencontohkan, untuk proyek jalan tol saja keuntungan yang dapat dipetik oleh badan usaha setelah di atas 10 tahun. Karena itu, menurut Franky diperlukan sosialisasi yang lebih gencar kepada dunia usaha.
Adhi S. Lukman Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Dan Minuman Indonesia (GAPMMI) mengatakan, PINA merupakan terobosan bagi pembiayaan infrastruktur yang menjadi perhatian pemerintah dalam lima tahun ini.
Agar skema ini dapat berjalan dengan baik, perlu dilakukan relaksasi aturan investasi. "Perlu di relaksasi (aturan), jadi ada tanggung jawab yang diberikan kepada direksi BUMN dan bisa di pertanggung jawabkan tanpa aturan yang rumit, terkadang sebuah kebijakan perlu persetujuan ke DPR juga," kata Adi.
Kepala Divisi Komunikasi Badan Penyelenggra Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja mengatakan, penggunaan dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan untuk investasi sudah diatur.
Aturan yang dimaksud adalah terkait dengan batasan investasi dan instrumen investasi yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas PP No 99 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Selain itu juga harus, "Memenuhi kelayakan investasi yang mengutamakan prinsip prudent dan memberikan hasil yang optimal kepada peserta, kami akan pertimbangkan," kata Irvansyah.
Pemerintah saat ini telah mengidentifikasi proyek-proyek infrastruktur yang dapat diterapkan melalui skema PINA. Dari hasil penyisiran Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), setidaknya ada beberapa proyek dengan total nilai investasi sebesar Rp 570 triliun yang siap dikerjakan dengan skema PINA tersebut.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, perincian dari proyek yang siap diimplementasikan dengan skema PINA itu antara lain jalan tol sebesar Rp 300 triliun, kilang minyak sebesar Rp 200 triliun dan pelabuhan sekitar Rp 70 triliun.
Program PINA ini didesain untuk mengisi kekurangan pendanaan proyek-proyek infrastruktur prioritas yang membutuhkan modal besar, namun tetap dinilai baik secara komersial. Untuk dapat menjalankan proyek-proyek ini, BUMN dan swasta pengembang infrastruktur harus memiliki kecukupan modal minimum.
Selama ini permodalan BUMN ditopang dan sangat tergantung kepada anggaran pemerintah melalui Penanaman Modal Negara (PMN). Ruang fiskal APBN saat ini semakin terbatas sehingga dibutuhkan sumber-sumber non APBN dengan memanfaatkan dana kelolaan jangka panjang yang setengah menganggur seperti pada dana-dana pensiun dan asuransi baik dari dalam maupun luar negeri.
Program PINA ini telah berhasil diterapkan pada proyek jalan tol di PT Waskita Toll Road. PINA telah berhasil mendorong pembiayaan tahap awal sembilan ruas jalan tol senilai Rp 70 triliun, di mana lima diantaranya adalah Tol Trans Jawa.
Dalam pilot program PINA ini, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) dan PT Taspen (Persero) memberikan pembiayaan ekuitas tahap awal kepada PT Waskita Toll Road sebesar Rp 3,5 triliun sehingga total ekuitas menjadi Rp 9,5 triliun dari kebutuhan 16 triliun.
Program PINA akan mendorong agar kekurangan ekuitas tersebut dapat dipenuhi di tahun ini atau awal tahun depan dengan mangajak berbagai institusi pengelola dana yang ada. Dengan demikian, target agar Tol Trans Jawa terhubung per akhir 2018 dapat terwujud.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News