kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha perikanan minta penghapusan BM ke Eropa


Kamis, 19 Februari 2015 / 16:00 WIB
Pengusaha perikanan minta penghapusan BM ke Eropa
ILUSTRASI. Aktivitas telemarketer di kantor telesales BNI Life Jakarta, Rabu (14/4). /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/14/04/2021.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Mesti Sinaga

JAKARTA. Pelaku usaha perikanan meminta agar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperjuangkan agar ikan yang diekspor ke Uni Eropa tidak dikenakan bea masuk (BM) sebesar 24,5%.

Pengenaan BM yang tinggi tersebut membuat harga ikan ekspor asal Indonesia menjadi mahal di pasar Eropa. Akibatnya, produk ikan kita tidak kompetitif dibandingkan produk ikan negara lain, seperti ekspor dari General Santos (Gensan) asal Filipina yang hanya dikenakan BM 22%. 

Ketua Asosiasi Budidaya Laut Indonesia (Abilindo) Wajan Sudja mengatakan, para nelayan asal Bitung, Sulawesi Utara (Sulut) misalnya, menjual ikan tuna dan cakalang ke Gensan karena harganya lebih mahal dan tidak dikenakan BM sebesar 24,5% seperti kalau diekspor ke Eropa.

"Selain itu General Santos mempunyai penerbangan langsung ke Narita - Tokyo sehingga dapat menerbangkan Tuna segar shasimi grade yang harganya sangat bagus," ujar Wajan, Rabu (18/2).

Menurut Wajan, kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti melarang transhipment ke Gensan tidak hanya merugikan para pedagang ikan asal Filipina, tapi juga merugikan nelayan asal Indonesia, seperti nelayan dari Bitung karena mereka tidak dapat menjual produk ikan mereka dengan harga tinggi.

Karena itu, pelaku usaha perikanan mendesak agar KKP memperjuangkan agar harga ikan asal Indonesia bisa kompetitif di pasar Eropa dengan penghapusan BM sebesar 24,5% tersebut.

Uni Eropa menerapkan BM yang cukup tinggi terhadap ikan dari Indonesia karena produk ikan kita dinilai belum memenuhi generalised system of preferences (GSP). Karena itu pemerintah harus segera mencari solusinya.

Wajan juga meminta agar pemerintah membangun runway yang lebih panjang di Bandara Manado, sehingga memudahkan pesawat dengan ukuran besar masuk ke sana dan mengangkut produk-produk perikanan dari bagian timur Indonesia. 

KKP sebenarnya telah beberapa kali mengajukan keberatan kepada Uni Eropa atas penetapan tarif yang tinggi atas impor produk produk perikanan asal Indonesia.  KKP telah memprotes Uni Eropa yang  memperlakukan Indonesia dan Filipina berbeda, di mana kedua negara ini sama-sama mengekspor ikan tuna ke sana.

Menteri Susi menuding, 99% ikan tuna yang dijual Gensa-Filipina  berasal dari Bitung, Sulut yang diperoleh secara illegal dengan melakukan transhipment di laut kawasan perbatasan.

Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bachrul Chairi mengatakan, Indonesia sudah tidak mendapatkan fasilitas GSP karena pertumbuhan ekonomi Indonesia jauh lebih tinggi di atas Filipina. Apalagi posisi Indonesia saat ini sejajar dengan ekonomi negara-negara besar di dunia dalam forum G20. Sementara GSP diberikan hanya untuk negara dengan tingkat perekonomian bawah.

Untuk itu, Bachrul mengatakan, saat ini pemerintah tengah mengkaji melakukan Indonesia Comprehensif Agreement dengan Uni Eropa yang memungkinkan Indonesia mendapat fasilitas BM 0%. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×