Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Anna Suci Perwitasari
JAKARTA. Niat pengusaha untuk menggugat pemerintah mengenai kebijakan pajak makin bulat. Pengusaha memang sempat mengurungkan niat mengajukan uji materiil alias judicial review ke Mahkamah Agung terhadap aturan main pajak yang mereka nilai merugikan dunia usaha. Tapi, setelah dialog dengan pajak menemui jalan buntu, akhirnya, pengusaha menetapkan untuk mengajukan gugatan pada Agustus mendatang.
Ada dua aturan yang hendak digugat pengusaha. Pertama, mereka meminta agar MA mencabut Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
Kedua, PP No. 1 Tahun 2012 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM). "Sudah tahap finalisasi dan dalam waktu dekat akan kami ajukan," kata Haryadi B. Sukamdani, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kebijakan Publik, Perpajakan dan Kepabeanan akhir pekan lalu.
Untuk PP 74/2011, poin yang digugat ialah aturan saat wajib pajak menang dalam sengketa pajak namun tidak bisa langsung melakukan eksekusi atas pengembalian kelebihan atawa restitusi pajak yang sebelumnya sudah dibayar oleh pengusaha. Padahal, sebaliknya, jika pengusaha yang kalah, mereka harus langsung membayar terlebih dahulu, baru kemudian bisa banding.
Sebenarnya, perseteruan antara pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), dengan pengusaha ini sempat melunak setelah Ditjen Pajak mengumpulkan pengusaha yang tergabung dalam Kadin April lalu. Dalam pertemuan itu, pengusaha memberi masukan ke Ditjen Pajak mengenai sektor usaha yang berpotensi memberi penerimaan lebih besar.
Berbagai sektor seperti Usaha Kecil Menengah (UKM), pertambangan, sawit masuk dalam usulan tersebut. Apalagi pemasukan dari ketiga sektor tersebut termasuk besar, mengingat potensi dari jumlah pengusahanya termasuk banyak. Selain itu, pengusaha mengusulkan agar tim eksaminasi dalam sengketa perpajakan tidak hanya diisi oleh orang-orang Pajak saja. Pengusaha meminta ada pihak dari luar kantor pajak yang dilibatkan agar keputusan saat menyelesaikan sengketa Pajak bersifat netral dan tidak menguntungkan Pajak.
Sementara poin yang digugat di PP No 1/2012 adalah pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) 25% dari imbal hasil dana pensiun. Selama ini pajak menganggap, karyawan yang mengambil dana pensiun, sebagai dividen. "Kami sudah sampaikan supaya ini dilihat kemungkinan untuk dihapuskan juga," ujarnya.
Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany berjanji tetap akan mengkaji permintaan pengusaha. Tapi, tak jelas kapan kajian tersebut akan selesai dan dapat dieksekusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News