Reporter: Ratih Waseso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Pertanian dan Guru Besar Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas Medan Posman Sibuea meminta adanya pelibatan petani lebih luas lagi dalam pengembangan Food Estate.
Pasalnya, Food Estate hanya melibatkan petani hanya sebagai buruh tani. Dalam artian, petani belum terlibat sebagai pemilik lahan yang bebas menanam komoditas pangan diyakini memberi keuntungan baginya.
"Petani hanya sebatas penyedia bahan baku untuk pemilik modal. Seharusnya petani dapat mengolahnya menjadi berbagai produk turunan untuk memperoleh nilai tambah," kata Posman, Selasa (26/7).
Baca Juga: Tahun Depan, Pemerintah Fokus Optimalkan Lahan Ekstensifikasi di Food Estate
Adapun soal peran Food Estate dalam ancaman krisis pangan global, Ia menilai keberadaan program ini belum dapat mengatasi adanya ancaman tersebut.
Dimana, Badan Pangan Dunia (FAO) pernah menyarankan tidak ada pilihan lain selain memanfaatkan teknologi untuk peningkatan percepatan produksi pangan, dengan melibatkan perusahaan besar pemilik modal untuk lebih berperan. Namun saat ini program pengembangan produksi pangan berskala luas ini dengan melibatkan pemilik modal mulai menuai kegagalan.
"Food Estate menjadi proyek besar yang melahirkan petaka bagi dunia pertanian Indonesia, sebab berpotensi menggeser pola pertanian nasional. Dimana rumah tangga - rumah tangga petani menjadi basis produksi tergeser oleh corporate-based food production," jelasnya.
Dengan adanya hal tersebut, Posman menambahkan, kehidupan petani yang telah berabad-abad memiliki kearifan lokal untuk mengolah dan mengelola tanah pertaniannya dimatikan oleh kaum kapitalis yang memproduksi benih, pupuk dan pestisida. Akibatnya petani menjadi pengangguran di tengah desakan korporasi bahkan ada yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Berbeda, pemerintah justru berharap adanya Food Estate mampu menjadi salah satu solusi di tengah ancaman krisia pangan global saat ini.
Baca Juga: Kementan Dorong Petani Milenial Atasi Hama Belalang dengan Cara Ini
Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Ali Jamil mengatakan, di tengah tantangan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, alih fungsi lahan pertanian dan pandemi Covid-19, namun ketersediaan stok pangan nasional harus dapat dipastikan cukup dan aman.
"Pengembangan Food Estate menjadi salah satu kegiatan yang dipandang sangat relevan untuk dilaksanakan," ujar Ali.
Ia menjelaskan, konsep pengembangan Food Estate dirancang melalui pendekatan aspek hulu dan hilir dimana kegiatan penyediaan infrastruktur pertanian, irigasi, aplikasi teknologi pada aktifitas budidaya, pengelolaan dan pemasaran hasil panen, penguatan kelembagaan serta jaminan pasar (off-taker) harus dapat terlaksana dengan baik.
"Terkait hal ini, pengembangan Food Estate harus dilakukan melibatkan seluruh Kementerian/Lembaga dan stakeholder terkait dimana pelaksanaan kegiatannya dilaksanakan secara sinergi yang dikoordinasikan oleh instansi setingkat Kementerian koordinator," kata Ali.
Baca Juga: Pengamat: Food Estate Perlu Perhatikan 4 Pilar Pengembangan Pertanian Skala Luas
Tak hanya itu, konsep pengembangan food estate juga dilakukan melalui pendekatan diversifikasi pertanian. Dimana komoditas yang dikembangkan tidak hanya fokus pada komoditas tanaman pangan, namun sudah mulai dikembangkan juga komoditas-komoditas perkebunan seperti kelapa genjah, hortikultura untuk buah buahan dan sayuran serta peternakan seperti ternak itik.
Pengembangan dilakukan pada jenis pertanian dan peternakan yang dipandang mampu mendukung peningkatan nilai tambah dari pengembangan komoditas utama yakni tanaman pangan.
"Melalui konsep pengembangan Food Estate ini diharapkan Indonesia bias terlepas dari ancaman krisis pangan," harapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News