kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.134   66,00   0,41%
  • IDX 7.090   106,44   1,52%
  • KOMPAS100 1.059   18,57   1,79%
  • LQ45 832   15,44   1,89%
  • ISSI 215   2,37   1,12%
  • IDX30 424   8,09   1,94%
  • IDXHIDIV20 511   9,36   1,87%
  • IDX80 121   2,07   1,75%
  • IDXV30 125   0,81   0,65%
  • IDXQ30 142   2,54   1,83%

Penambahan PKH bisa perlebar defisit anggaran


Rabu, 27 September 2017 / 11:52 WIB
Penambahan PKH bisa perlebar defisit anggaran


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - Daya beli masyarakat terlihat menurun tajam sejak tiga tahun lalu. Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, yang diperlukan oleh pemerintah untuk mengatasi hal ini adalah mendorong penyerapan tenaga kerja daripada memberi bantuan uang tunai lebih banyak kepada masyarakat menengah ke bawah.

“Fiskal cukup terbatas di 2018. Jadi kalau menambah jumlah penerima Program Keluarga Harapan (PKH) agak sulit. Nanti defisitnya bisa bengkak,” katanya kepada KONTAN, Rabu (27/9).

Oleh karena itu, menurut Bhima, dibandingkan PKH yang bentuknya cash transfer lebih baik penyerapan tenaga kerjanya ditingkatkan. Pasalnya, perlu realistis dalam melihat anggaran tahun depan di mana ada utang jatuh tempo sebesar Rp 390 triliun. Kemudian adanya beban bayar utang rata-rata Rp 220 triliun per tahun. Belum lagi subsidi energi tahun depan naik.

“Jadi agak berat untuk menambah alokasi PKH tahun depan. Jangan sampai PKH anggarannya naik tapi dibiayai dari utang,” katanya.

Sebelumnya, Advisory Board Chairman Mandiri Institute Chatib Basri mengatakan, cara efektif untuk mendorong daya beli adalah memberi bantuan uang tunai kepada masyarakat menengah ke bawah dengan menambah jumlah penerima PKH.

“10 juta rumah tangga itu terlalu kecil. Kalau waktu dulu kami kasih cash transfer itu ke 20 juta rumah tangga. Kalau kali empat saja itu sudah 80 juta orang. Kalau PKH bisa dinaikan ke 20 juta maka impact-nya akan signifikan. Kalau dari 6 ke 10 itu tidak akan besar,” jelasnya.

Menurut Bhima, indikator lemahnya daya beli sendiri bisa dilihat dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang berdasarkan data triwulanan Badan Pusat Statistik (BPS) terus melambat yakni dari 5,15% di 2014 menjadi 4,93% di tahun 2017. 

Adapun indikator lainnya soal kelesuan daya beli juga bisa ditelusuri dari rendahnya inflasi selama dua tahun terakhir di mana inflasi Juni tercatat 0,69%, tetapi inflasi inti dibandingkan tahun sebelumnya menunjukkan penurunan, dari 0,33% menjadi 0,26%. Menurutnya, apabila core inflation turun, bisa jadi permintaan agregatnya rendah.


Tambah penerima PKH bisa bikin defisit bengkak tahun depan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×