kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pemerintah siap meladeni gugatan Churchill


Sabtu, 16 Juni 2012 / 07:28 WIB
ILUSTRASI. Pengunjung menikmati wahana permainan saat berwisata di Dunia Fantasi, Ancol, Jakarta, Jumat (12/2/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.


Reporter: Merlinda Riska | Editor: Edy Can

JAKARTA. Sengketa lahan berbuah tuntutan di pengadilan arbitrase internasional. Adalah Churchill Mining Plc, perusahaan tambang asal Inggris yang menuntut ganti rugi kepada Pemerintah Indonesia senilai US$ 2 miliar. Churchill merasa dirugikan dengan tumpang tindih izin pertambangan batubara.

Churchill Mining Plc mengajukan gugatan ke International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) pada 22 Mei. Lalu, pada 30 Mei 2012 silam, ICSID telah mengirim pemberitahuan kepada pihak pihak tergugat, yaitu Presiden Indoensia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Kehutanan, Menteri Luar Negeri, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Bupati Kutai Timur.

New York Times edisi 6 Juni 2012 menuliskan, David F. Quinlivan, Chairman Churchill Mining Plc. menuding Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menyita aset miliknya tanpa kompensasi yang layak. "Tuntutan ini adalah bagian dari proses hukum," terang Quinlivan.

Laporan tersebut juga menyebutkan, Quinlivan telah berupaya melakukan negosiasi masalah ini sejak dua tahun silam. Ia menyadari investasi batubara di Kalimantan ini memang penuh dengan risiko. Bahkan beberapa rekan bisnis Quinlivan sering menyarankan jangan masuk bisnis ini.

Churchill Mining Plc mulai mengeksporasi batubara sejak 2008. Mereka masuk ke Kalimantan melakukan akuisisi 75% perusahaan lokal bernama Ridlatama Group, Quinlivan memperkirakan ada cadangan batubara sebesar 2,73 miliar ton. Dengan cadangan ini potensi penghasilan sebesar US$ 700 juta -US$ 1 miliar per tahun, dalam 20 tahun ke depan.

Tapi naas, empat izin usaha pertambangan (IUP) milik Ridlatama dicabut oleh daerah. Isran Noor, Bupati Kutai Timur bilang, alasan pemda mencabut izin ini karena berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006–2008 IUP tersebut terindikasi palsu. Selain itu, empat konsesi tersebut merupakan hutan produksi, sehingga harus ada izin dari Menteri Kehutanan. Nah, Menteri Kehutanan ternyata tidak pernah mengeluarkan izin.

Siap hadapi gugatan

Kini pemerintah bersiap menghadapi gugatan Chruchill ini. Isran mengatakan, pemerintah telah melakukan koordinasi untuk menghadapi tuntutan ini. Saat ini, ICSID tengah meneliti kasus dan belum memutuskan untuk meneruskan gugatan Churchill. "Kalau gugatan ICSID jalan, pemerintah siap melawannya," ujar Isran, kemarin (15/6).

Pemerintah juga telah melakukan klarifikasi terhadap Ridlatama Group untuk menanyakan kepemilikan saham Churchill di Ridlatama. Ternyata pihak Ridlatama menjawab bahwa 100% usahanya adalah milik lokal. "Hubungan dengan Churchill hanya sebagai master services agreement," ujar Isran.

Didi Darmawan, Kuasa Hukum Pemerintah Kabupaten Kutai Timur menambahkan, gugatan Churchill Mining Plc itu belum tentu disetujui oleh ISCID, sehingga belum tentu perkara ini masuk persidangan ISCID. Meski begitu, pemerintah pusat dan daerah harus siapkan bukti-bukti bahwa apa yang telah kami lakukan itu benar. "Kami mencabut izin tambang mereka adalah karena pertama ada laporan BPK tahun 2008 yang menyebutkan bahwa izin pertambangannya palsu. Kedua, tidak adanya izin dari Menteri Kehutanan. Padahal, kegiatan 4 perusahan ini dilakukan diatas kawasan hutan produksi," tegas Didi.

Pemerintah memang harus bersiap menghadapi gugatan ini. Sebab kalau sampai kalah, pemerintah harus membayar denda yang tidak murah, mencapai US$ 2 miliar atau setara dengan Rp 19 triliun. Dana itu jauh lebih besar ketimbang bujet subsidi pangan sepanjang tahun ini. Atau cukup untuk membangun lebih dari 3.500 sekolah dasar.

Tapi, pemerintah pusat dan daerah harus introspeksi diri, kejadian ini tak lain merupakan akibat salah urus kebijakan perizinan tambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×