kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pemeriksaan perusahaan properti serentak di Juli


Selasa, 25 Juni 2013 / 08:59 WIB
Pemeriksaan perusahaan properti serentak di Juli
ILUSTRASI. Lelang SUN. KONTAN/Baihaki


Reporter: Asep Munazat Zatnika, Anna Suci Perwitasari | Editor: Anna Suci Perwitasari

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak serentak lakukan pemeriksaan perusahaan properti pada Juli 2013 melalui seluruh kantor wilayah (Kanwil) di Indonesia. Audit akan dilakukan terhadap pengembang dan juga developer properti mengenai ketaatan pembayaran dan pemotongan pajak.

Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kismantoro Petrus, uji kepatuhan pembayaran pajak sektor properti ini akan dilakukan selama dua bulan. Apalagi pemeriksaan ini mendesak dilakukan karena dari penelitian yang dilakukan Ditjen Pajak, industri properti banyak melakukan kesalahan ketika membuat Surat Pemberitahuan (SPT). Hasil uji kepatuhan ini dijadikan sample yang menjadi dasar pelaksanan pemeriksaan serentak di seluruh Indonesia.

Kesalahan yang paling sering dilakukan adalah pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) final dengan tarif 5%. Dalam aturan PPh final pasal 4 ayat 2 disebutkan pajak ini dikenakan dari nilai jual objek pajak (NJOP) tanah dan bangunan atau nilai akte jual beli, tergantung nilai mana yang paling besar.

Tapi kenyataannya, PPh final ini dihitung berdasarkan nilai NJOP yang nominalnya lebih kecil dibandingkan nilai jual. Sehingga pajak yang dibayarkan menjadi lebih kecil dibandingkan yang seharusnya. Ditjen Pajak mulai mengendus modus ini dilakukan oleh beberapa perusahaan properti setelah mengecek data yang dimiliki Realestat Indonesia (REI). Dimana data penjualan REI jauh lebih tinggi dibandingkan data yang dimiliki Ditjen Pajak.

Hal ini pun dibenarkan Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo. "Memang ada pengembang nakal seperti itu. Jadi seharusnya pajak itu dikenakan dari harga tertinggi bukan NJOP," jelasnya. Apalagi harga jual properti cenderung terus naik dan tak terkejar kenaikan NJOP. Tak heran jika nilai kebocoran dari modus operandi ini mencapai Rp 30-40 triliun.

Pengamat Perpajakan dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Boko bilang langkah tersebut memungkinkan mendongkrak penerimaan negara yang cukup besar. Pasalnya, praktek penyimpangan dalam transaksi jual beli properti sering dilakukan, bukan hanya dilakukan oleh WP pribadi maupun oleh WP Badan. Selain itu perusahaan properti kerap bekerja sama dengan pihak penilai (notaris) supaya tidak menetaapkan harga sesuai dengan yang seharusnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×